Best Blogger Tips

Wednesday 9 October 2013

Hukum dalam Kemanusiaan yang Adil dan Beradab


Malam ini angin semilir menelisik diantara daun-daun telinga, kurasakan heningnya malam sendiri diatas motor warisan keluargaku “honda gl650”. Kupacu motorku pelan dalam gerimis, seraya masih kurasakan sakit hati luar biasa yang kurasakan. Kulihat satu dua motor muda-mudi menyalip dengan berboncengan erat dalam heningnya malam ini, makin menjatuhkanku dalam jurangnya rasa sakit ini. Teringat saat pertama kali bertemu hingga harus terpisah dengan begitu menyakitkan. Masih terngiang dengan jelas janji yang kau utarakan saat itu, namun apalah artinya bila engkau akan menikah dengan orang lain. Harusnya, 2 minggu lagi prosesi lamaran kita, tapi mengapa orangtuamu lebih memilih duda tua itu ?? kenapa ???
70 km/jam, motorku berpacu menyusuri jalan arteri yang mulai renggang. Apalah arti 5 tahun kita bersama, bila kita hanya menikah pada jejaring sosial facebook saja. Ditemani rintik hujan, masih kulihat bayangan saat kau peluk aku untuk meyakinkanku untuk segera melamarmu. Sekarang bagaimana aku ngomong sama bapak-ibuku tolol !!!
110 km/jam, kupacu motorku lebih kencang sebagai pelampiasan , meski terasa berat dan goyang.Kulihat keramaian anak muda dengan motor besar yang berkumpul dalam keramaian, satu dua membawa botol minuman entah apalah itu namanya. Kukurangi kecepatan  laju motorku, seorang perempuan menatapku dari sisi kiri motorku, kubalas tatapannya, kami saling tatap untuk beberapa saat, dan . . . . . . JEDUAAARRR!!!! stang motorku oleng disenggol motor lain dari belakang, aku tak bisa mengendalikannya, kucoba menjaga keseimbangan motorku sambil mengerem  sekuat mungkin, kulihat depan ada sebuah lapak kecil, motorku masih tak bisa dikendalikan, remnya blong, batinku. “GUBRAK!!!!” aku menabrak sebuah bangku persegi panjang didepan lapak itu, spontan membuat beberapa orang terkaget, dan kulihat beberapa wanita menjerit histeris ketakutan karena kepalaku berdarah-darah. Beberapa saat kemudian kudengar sirine ambulance kencang, aku ada didalamnya.
Pagi itu beberapa polisi mengintrogasiku,dalam keadaan masih shock dan bingung, polisi-polisi itu menanyakanku tentang balapan liar, minuman keras, narkoba, dan lelaki yang menyenggol motorku sudah dinyatakan meninggal karena terjadi beturan keras dengan kepalanya. Parahnya lelaki yang bersenggolan motor denganku adalah anak semata wayang pak kapolsek. Kudengar samar seorang polisi berbisik dengan temannya kalau hukuman buatku pasti akan berat.
Seminggu setelah dirawat di rumah sakit, aku harus memenuhi panggilan di kantor polisi untuk kembali dimintai keterangan bermacam-macam. Beberapa polisi terlihat ragu dengan jawabanku, lalu kuceritakan mulai dari saat aku berkenalan dengan mantanku, berpacaran lalu putus karena orang tuanya teah menjodohkannya, kulirik seorang polisi mengusap air matanya.
Diruang tunggu kepolisian, kulihat wanita yang kemarin sempat bertatapan muka denganku masuk ke ruang introgasi, nampak jelas matanya sembab. Kulihat lambang garuda panasila di ruang ini, sembari berdoa dan percaya bahwa kepolisian berasaskan kemanusiaan yang adil dan beradab, serta menjunjung tinggi prinsip “Equality before The Law”.
Selang beberapa jam setelah wanita itu diintrogasi, seorang polisi berkumis tebal mendekatiku, dan menyampaikan pesan bahwa berdasarkan keterangan saksi, dan bukti yang diperoleh semua mengindikasikan kalau aku tidak bersalah, polisi itu mendoakanku semoga cepat mendapat jodoh, aku pun memeluknya erat-erat tak peduli diruang itu ada banyak orang, disertai dengan air mata yang entah karena sedih atau bahagia, semua bercampur seraya aku mengucap syukur Alhamdulillah.
-The End-
Bagikan Artikel Ini :

0 comments:

Post a Comment