Best Blogger Tips

Monday, 14 October 2013

“Jurnalis Asing di Papua”kawan atau musuh dalam selimut ?


Kamis, 10 Oktober 2013, salah satu hari bersejarah di tanah Papua. Gubernur Papua, Lukas Enembe, memberi pernyataan bahwa jurnalis asing diberi izin untuk masuk Papua. Memang sebelumnya tidak mudah bagi  para jurnalis asing untuk masuk ke Papua. Hal ini dikarenakan perizinan yang sulit, setelah mendapat izin pun belum tentu dapat meliput dengan bebas karena selalu diawasi oleh Pemerintah Indonesia. Ada beberapa hal yang patut diwaspadai pemerintah Indonesia ketika memberi izin para jurnalis asing masuk untuk meliput berita di Papua. Salah satunya adalah perihal pelanggaran HAM di Papua yang senantiasa mendapat perhatian dari dunia Internasional. Sudah menjadi rahasia umum bahwa hingga saat ini masih saja terjadi pelanggaran HAM di bumi Papua. Hal ini tidak lepas dari adanya konflik separatisme berkepanjangan di Papua itu sendiri. Ketika dunia Internasional diberikan kebebasan untuk melihat langsung bagaimana masalah-masalah tersebut, kemungkinan besar Indonesia akan mendapat kecaman keras dari dunia Internasional dan intervensi Asing akan semakin dalam konflik ini. Hal ini tentu akan menguntungkan OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang akan mendapat dukungan penuh oleh dunia Internasional. Kita semua tahu, Papua dengan sumber daya alamnya yang melimpah adalah incaran utama negara-negara barat, tak terkecuali tetangga kita Australia. Negara-negara asing akan memberikan bantuan kepada kelompok separatis dengan harapan kelak akan mendapat imbalan berupa alam Papua. Seperti yang terjadi dasawarsa ini, bila ditelaah lebih dalam darimanakah orang-orang OPM memperoleh senjata ? adakah aliran dana asing yang mengalir untuk mereka ?
Menurut saya pribadi mulai saat ini konflik di Papua ini harus dikelola sehalus mungkin oleh Pemerintah Indonesia. Jalur politik dan diplomasi adalah jalan terbaik dalam penyelesaian konflik. Memang akhir-akhir ini sering terjadi penembakan misterius terhadap prajurit-prajurit TNI yang sedang bertugas disana, tetapi ini bukan alasan bagi TNI untuk membalas menembaki warganya sendiri. TNI tidak boleh terprovokasi oleh tindakan-tindakan yang dilancarkan oleh OPM. Karena menurut saya tindakan yang dilakukan oleh OPM ini hanyalah pancingan untuk menciptakan kondisi yang chaos dan polarisasi antara TNI dengan OPM, yang dicap sebagai organisasi kemerdekaan bagi rakyat Papua.  Konflik ini semakin meruncing, dan dunia Internasional mulai dekat. Yang sering menjadi pertanyaan saya adalah selama ini yang sering disorot oleh dunia Internasional ialah serangan balasan dari TNI ke OPM dan dikecam habis-habisan sebagai tindakan melanggar HAM. Jangan sampai dengan adanya kemudahan bagi jurnalis asing di Papua akan masuk Intervensi Asing yang memiliki maksud tertentu.
Kebijakan ini apabila dikelola dengan baik sebenarnya juga membawa dampak positif bagi bangsa ini.  Beberapa hal positif yang bisa saya lihat adalah perekonomian rakyat Papua akan membaik karena sektor pariwisatanya semakin terekspose oleh dunia Internasional, pemerintah akan terdesak untuk mempercepat pembangunan di Papua, serta pengentasan kemiskinan dan kebodohan disana. Sekarang kendali ada di tangan pemimpin kita, bagaimana pemerintah melakukan manajemen terhadap kebijakan yang telah diambil ini. Pebri
Read More..
Bagikan Artikel Ini :

Wednesday, 9 October 2013

ASA INTERNASIONALISASI BAHASA INDONESIA


Bukan hal yang mustahil menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, dimana berdasarkan data, penutur Bahasa Indonesia berjumlah lebih dari 220 juta orang, atau bisa disebut sebagai yang terbesar di Asia tenggara. Hal ini tentu akan mempermudah Bahasa Indonesia untuk lebih berkembang dan menjadi bahasa internasional.
Akhir tahun 2010, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia secara terbuka mengusulkan agar Bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa resmi ASEAN. Setahun sebelumnya, delegasi DPR RI juga telah mengutarakan usul serupa. Indonesia pun secara resmi telah mengusulkan amandemen statuta ASEAN Inter Parliamentary Assembly (AIPA) agar Bahasa Indonesia masuk dalam bahasa kerja AIPA, tentu saja selain Bahasa Inggris. Namun, sebelum mengambil kesimpulan ada baiknya kita bahas hal ini lebih lanjut dari berbagai sisi.
KEKUATAN
1.    Jumlah penutur  yang banyak (dalam hal ini penduduk Indonesia) yang berjumlah lebih dari 220 juta orang, yang telah tersebar ke berbagai penjuru dunia, baik sebagai TKI, pengusaha, pelajar, atau dari banyaknya penduduk Indonesia yang menikah dengan orang asing, serta mulai maraknya orang asing yang belajar bahasa dan budaya Indonesia dapat menjadi faktor pendukung Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional.
2.    Budaya serta destinasi wisata yang beragam di Indonesia. Indonesia adalah surganya wisata bahari, tidak bisa dipungkiri Indonesia memiliki lautan yang sangat luas, yang di kelilingi oleh dua samudra yaitu Pasifik dan Hindia sehingga tidak heran memiliki jutaan spesies ikan yang tidak dimiliki negara lain. Kebudayaan Indonesia juga tidak dapat disepelekan begitu saja, karena delapan dari ratusan budaya Indonesia sudah diakui sebagai warisan dunia termasuk diantaranya Candi Borobudur, Candi Prambanan, angklung, batik, wayang, museum purbakala sangiran, keris, dan tari saman.
3.    Faktor kemudahan dalam mempelajari Bahasa Indonesia juga menjadi kekuatan tersendiri, karena kalau dibandingkan dengan bahasa lain seperti bahasa Jerman, Inggris atau bahasa Latin yang punya banyak aturan di soal Grammar memang bahasa Indonesia bisa dianggap lebih mudah.
KELEMAHAN
1.    Penggunaan Bahasa Indonesia yang belum menyeluruh
Hal ini dilihat dari berbagai daerah di Indonesia, khususnya di daerah pedalaman seperti pada daerah timur Indonesia, masih banyak penduduk yang tidak lancar atau malah tidak dapat berbahasa Indonesia.
2.    Kurangnya kecintaan terhadap Bahasa Indonesia
Di kandang sendiri, bahasa Indonesia masih kalah menarik dibandingkan dengan bahasa Inggris, bahkan bahasa Arab. Mahir berbahasa Inggris atau berbahasa Arab bagi orang Indonesia lebih mendatangkan kebanggaan daripada mahir berbahasa Indonesia. Kemahiran berbahasa Indonesia dianggap sesuatu yang lumrah, dan umum. Bahkan pada beberapa daerah di Indonesia bahasa daerah lebih dihargai dan dicintai dalam kehidupan sehari-hari. Inilah problem penghargaan kita terhadap Bahasa Indonesia.
3.    Kurangnya faktor sejarah pendukung
Dibanding dengan negara lain, seperti Belanda, Inggris, Jepang, dan negara lainnya, Indonesia masih kalah dalam hal sejarah, terutama dalam hal kependudukan. Kita tidak dapat memungkiri adanya pengaruh kependudukan suatu negara terhadap negara lainnya berpengaruh pada perkembangan, dan penggunaan bahasa pada negara tersebut.
4.    Sedikitnya tokoh Indonesia yang mendunia
Minimnyaa tokoh Indonesia yang dijadikan rujukan suatu referensi atau teori. Seringkali, buku referensi suatu teori memakai bahasa “si empunya” teori. Seperti Rudolf Kranenburg dengan bahasa Belandanya, hal ini dapat juga dilihat dari tokoh-tokoh lainnya. Tokoh Indonesia yang mendunia juga terbilang sedikit, sebut saja Soekarno dan Habibie, itupun tidak berpengaruh banyak terhadap perkembangan Bahasa Indonesia. Kurangnya ikon berbau Indonesia yang mendunia di dunia remaja juga memberi efek negatif, seperti  saat ini korea dikenal dengan k-pop, dan jepang dengan manga-nya, yang membuat penduduk dari berbagai penjuru dunia mempelajari budaya negara tersebut termasuk bahasanya.


5.    Perbandingan peminat Bahasa Indonesia lebih kecil, apabila dibandingkan dengan bahasa asing lainnya.
Meski penutur Bahasa Indonesia terbilang besar, hal itu dipengaruhi oleh jumlah penduduk Indonesia yang besar pula. Dengan kata lain, peminat Bahasa Indonesia dari negara lain tidak terlalu besar.
PELUANG
Berdasarkan kekuatan dan kelemahan yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa  peluang Bahasa Indonesia menjadi bahasa Internasional  memang terbuka, tetapi untuk saat ini atau dalam waktu dekat peluang tersebut sangat tipis, apalagi bila berkaca pada faktor kelemahan yang dimiliki Bahasa Indonesia cenderung lebih besar pengaruhnya dibanding faktor penguatnya. Kita masih harus lebih menggalakkan lagi penggunaan bahasa indonesia bagi masyarakat Indonesia, serta pemerintah juga harus memberi perhatian yang serius untuk memperkenalkan Bahasa Indonesia di kancah internasional.
ANCAMAN
Salah satu ancaman terbesar di era modern ini adalah globalisasi, serta kita rakyat Indonesia sendiri. Dimana budaya asing lebih cepat dikenal dan menanamkan pengaruhnya, termasuk diantaranya bahasa. Hal ini bukan hanya menghambat proses Internasionalisasi Bahasa Indonesia tetapi juga dapat memudarkan semangat nasionalisme dalam diri generasi muda. Contoh yang paling terlihat adalah antusiasme yang tinggi dari para geneasi muda bangsa untuk untuk belajar budaya dan bahasa asing, sebut saja Korea, Jepang, Mandarin, Amerika, dan Inggris yang sedang menjadi tren saat ini. Citra atau image  Indonesia akhir-akhir ini juga tergambar sebagai negara atau wilayah yang tidak aman, fluktuasi politik yang tidak pasti, serta citra kisruh sosial yang berujung pada anarkisme seperti pada demonstrasi untuk pengecaman film “The Innocent of Moeslims”.


KESIMPULAN
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya Bahasa Indonesia memang memiliki peluang untuk menjadi bahasa internasional meskipun itu sangat tipis. Sehingga dalam waktu dekat ini bahasa indonesia tidak dapat menjadi bahasa internasional. Masih banyak hal yang harus dibenahi agar bahasa Indonesia dapat berkembang menjadi bahasa Internasional. , dan kita sebagai rakyat Indonesia sudah seharusnya mendukung program internasionalisasi Bahasa Indonesia.

Read More..
Bagikan Artikel Ini :

Hukum dalam Kemanusiaan yang Adil dan Beradab


Malam ini angin semilir menelisik diantara daun-daun telinga, kurasakan heningnya malam sendiri diatas motor warisan keluargaku “honda gl650”. Kupacu motorku pelan dalam gerimis, seraya masih kurasakan sakit hati luar biasa yang kurasakan. Kulihat satu dua motor muda-mudi menyalip dengan berboncengan erat dalam heningnya malam ini, makin menjatuhkanku dalam jurangnya rasa sakit ini. Teringat saat pertama kali bertemu hingga harus terpisah dengan begitu menyakitkan. Masih terngiang dengan jelas janji yang kau utarakan saat itu, namun apalah artinya bila engkau akan menikah dengan orang lain. Harusnya, 2 minggu lagi prosesi lamaran kita, tapi mengapa orangtuamu lebih memilih duda tua itu ?? kenapa ???
70 km/jam, motorku berpacu menyusuri jalan arteri yang mulai renggang. Apalah arti 5 tahun kita bersama, bila kita hanya menikah pada jejaring sosial facebook saja. Ditemani rintik hujan, masih kulihat bayangan saat kau peluk aku untuk meyakinkanku untuk segera melamarmu. Sekarang bagaimana aku ngomong sama bapak-ibuku tolol !!!
110 km/jam, kupacu motorku lebih kencang sebagai pelampiasan , meski terasa berat dan goyang.Kulihat keramaian anak muda dengan motor besar yang berkumpul dalam keramaian, satu dua membawa botol minuman entah apalah itu namanya. Kukurangi kecepatan  laju motorku, seorang perempuan menatapku dari sisi kiri motorku, kubalas tatapannya, kami saling tatap untuk beberapa saat, dan . . . . . . JEDUAAARRR!!!! stang motorku oleng disenggol motor lain dari belakang, aku tak bisa mengendalikannya, kucoba menjaga keseimbangan motorku sambil mengerem  sekuat mungkin, kulihat depan ada sebuah lapak kecil, motorku masih tak bisa dikendalikan, remnya blong, batinku. “GUBRAK!!!!” aku menabrak sebuah bangku persegi panjang didepan lapak itu, spontan membuat beberapa orang terkaget, dan kulihat beberapa wanita menjerit histeris ketakutan karena kepalaku berdarah-darah. Beberapa saat kemudian kudengar sirine ambulance kencang, aku ada didalamnya.
Pagi itu beberapa polisi mengintrogasiku,dalam keadaan masih shock dan bingung, polisi-polisi itu menanyakanku tentang balapan liar, minuman keras, narkoba, dan lelaki yang menyenggol motorku sudah dinyatakan meninggal karena terjadi beturan keras dengan kepalanya. Parahnya lelaki yang bersenggolan motor denganku adalah anak semata wayang pak kapolsek. Kudengar samar seorang polisi berbisik dengan temannya kalau hukuman buatku pasti akan berat.
Seminggu setelah dirawat di rumah sakit, aku harus memenuhi panggilan di kantor polisi untuk kembali dimintai keterangan bermacam-macam. Beberapa polisi terlihat ragu dengan jawabanku, lalu kuceritakan mulai dari saat aku berkenalan dengan mantanku, berpacaran lalu putus karena orang tuanya teah menjodohkannya, kulirik seorang polisi mengusap air matanya.
Diruang tunggu kepolisian, kulihat wanita yang kemarin sempat bertatapan muka denganku masuk ke ruang introgasi, nampak jelas matanya sembab. Kulihat lambang garuda panasila di ruang ini, sembari berdoa dan percaya bahwa kepolisian berasaskan kemanusiaan yang adil dan beradab, serta menjunjung tinggi prinsip “Equality before The Law”.
Selang beberapa jam setelah wanita itu diintrogasi, seorang polisi berkumis tebal mendekatiku, dan menyampaikan pesan bahwa berdasarkan keterangan saksi, dan bukti yang diperoleh semua mengindikasikan kalau aku tidak bersalah, polisi itu mendoakanku semoga cepat mendapat jodoh, aku pun memeluknya erat-erat tak peduli diruang itu ada banyak orang, disertai dengan air mata yang entah karena sedih atau bahagia, semua bercampur seraya aku mengucap syukur Alhamdulillah.
-The End-
Read More..
Bagikan Artikel Ini :

Prestasi dalam Perspektif Pemburu Beasiswa

Tolok Ukur Prestasi


Sudah menjadi desakan universal bagi setiap negara untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas sebagai pijakan dalam pembangunan. Tak terkecuali di Indonesia, beragam hal diupayakan setiap elemen bangsa untuk mewujudkan hal tersebut.  Beasiswa adalah satu dari sekian upaya dalam mendorong keberlangsungan pendidikan yang tengah ditempuh.
Namun kini, yang senantiasa menimbulkan polemik di masyarakat adalah sudah tepat sasarankah beasiswa tersebut. Derap langkah pemberian beasiswa yang diharapkan mampu menjangkau golongan masyarakat yang benar-benar membutuhkan, seringkali berbelok arah. Sudah menjadi rahasia umum bahwa tidak sedikit penerima beasiswa dari golongan finansial menengah keatas.
Apabila kita coba tarik sedikit kebelakang, perihal kriteria penerima beasiswa. Apabila memang beasiswa tersebut diperuntukan untuk mahasiswa dengan nilai akademik tinggi, maka sah-sah saja mereka yang notabene berasal dari golongan mampu untuk mendapatkannya.
Beasiswa bisa dijadikan sebagai motivasi dan tolok ukur dalam berprestasi. Melalui beasiswa ini, akan mendorong para mahasiswa dari bergbagai golongan untuk bersaing secara sportif, serta mempertahankan semangat belajarnya sehingga mampu tetap berprestasi dan bergairah dalam menyelesaikan pendidikan.
Read More..
Bagikan Artikel Ini :

Paradoks UKT

Pradoks UKT



Sudah menjadi desakan universal bagi setiap negara untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas sebagai pijakan dalam pembangunan. Tak terkecuali di Indonesia, beragam hal diupayakan setiap elemen bangsa untuk mewujudkan hal tersebut. Kali ini pemerintah melalui Kemendikbud megeluarkan sebuah kebijakan yang terkesan abnormal. Apa yang dilakukan kemendikbud ini adalah blunder bagi dirinya sendiri. Sistem pembayaran yang sebenarnya sudah baik, teracak-acak oleh kebijakan baru yang terkesan abal-abal dan minim sosialisasi.
Uang Kuliah Tunggal (UKT) adalah Sistem pembayaran kuliah dengan penghapusan uang pangkal bagi mahasiswa angkatan 2013/2014, tetapi mahasiswa diharuskan membayar sejumlah uang yang besarnya sama tiap semesternya hingga mereka lulus. Apabila ada PTN yang mengindahkan kebijakan ini, maka pemerintah tidak akan segan-segan untuk memberikan sanksi.
Dalam UKT ini besarnya biaya per-semester bergantung dari besar kecilnya pendapatan orangtua mahasiswa, untuk selanjutnya dikelompokan dalam golongan tertentu. Pengelompokan ini ditujukan untuk pemberian subsidi silang antara mahasiswa dari golongan tinggi ke rendah. Yang senantiasa menimbulkan polemik di masyarakat adalah perumusan parameter untuk mengklasifikasikan kemampuan orangtua dalam membayar  UKT. Mampukah merepresentasikan sebuah keadilan? karena mekanisme penggolongannya yang acap kali menuai kontroversi.
Kebijakan ini juga sangat bergantung kepada BOPTN. Dengan diberlakukannya UKT, dana pemasukan universitas dari masyarakat akan berkurang drastis, sehingga universitas akan bergantung pada BOPTN, meskipun itu tidak menutupi seluruh kekurangan. Padahal BOPTN sendiri senantiasa terjebak dalam prosedural administratif yang birokratis dipemerintah pusat. Faktanya, banyak BOPTN di PTN yang tidak cair tepat waktu. Hal ini bukan hanya berdampak pada mahasiswa baru, tetapi juga berdampak pada pelayanan-pelayanan akademik, kegiatan penelitian serta pengabdian yang dilakukan universitas.
Paradoks.UKT yang diharapkan mampu meringankan beban mahasiswa yang kurang mampu, justru kini lebih memberatkan mahasiswa. Minimnya persiapan serta kurangnya sosialisasi yang intens akan kebijakan ini menjadi bumerang bagi pemerintah. Kita sebagai masyarakat tentu berharap semoga tujuan utama UKT benar-benar terealisasi sebagaimana mestinya.
Read More..
Bagikan Artikel Ini :

Antiklimaks Vonis Sang Jendral

Antiklimaks Vonis Sang Jendral


Good governance atau pemerintahan yang bersih, penegakan hukum, khususnya dibidang korupsi, adalah agenda demokratisasi yang dasar untuk mencegah terjadinya triple crisis of governance (diamond, 2005)
Triple crisis of governance adalah kemandekan penegakan hukum, ketidakmampuan pemerintah menjaga perdamaian rakyat atau daerah, serta pertumbuhan ekonomi yang stagnan atau krisis, sebagai akibat dari kegagalan kebijakan perekonomian dan rendahnya kapasitas birokrasi pemerintahan.
Sumber dari tiga krisis pemerintahan tidak lain adalah korupsi, the root of all evils. Tertangkapnya mantan Gubernur Akademi Kepolisian, Djoko Susilo, oleh KPK semakin memperkokoh stigma yang terbentuk oleh publik bahwasanya tidak ada lembaga di negri ini yang tidak terlibat korupsi. Adagium “Power tends to be corrupt, and absolut power corrupts absolutely” dari Lord Action benar-benar menggambarkan betapa bobroknya moral pemegang kekuasaan bangsa saat ini.
Rasa keadilan rakyat pun kembali terkoyak. Proses hukum yang panjang tidak menghasilkan vonis yang setimpal bagi para pencuri uang rakyat. Apabila kita tarik kembali kebelakang selama proses penyelidikan hingga persidangan ada beberapa hal yang mebuat geram masyarakat. Pertama, DS sempat menolak beberapa kali panggilan dari KPK, hingga menyebabkan konflik antara KPK dan POLRI. Kedua, upaya kriminalisasi yang dilakukan POLRI terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan. Ketiga, penasihat hukum DS sempat berupaya merontokkan kewenangan penyitaan sekaligus penuntutan TPPU yang dilakukan KPK terhadap aset-aset sang jenderal, karena beranggapan KPK tidak berhak menggunakan UU TPPU sebelum 2010. Jika upaya ini berhasil, dapat dipastikan aset-aset DS akan kembali ke genggamannya, meskipun nantinya ia divonis bersalah dalam kasus tersebut. Keempat, Pengacara DS diduga sempat mengintervensi saksi setelah penyidik KPK kantongi bukti pertemuan antara keduanya. Kelima, ditemukannya selipan uang 100 USD  oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di buku pledoi DS. Insiden ini tentu benar-benar mencoreng citra lembaga peradilan khusunya kejaksaan dan menyakiti hati para pencari keadilan.
Vonis 10 tahun penjara dan denda 500 juta subsider 6 bulan kurungan tentu menimbulkan ketidakpuasan dan mencederai rasa keadilan bagi masyarakat. Vonis ini jauh lebih ringan dibanding tututan jaksa yang menuntut 18 tahun penjara dan denda 1 miliar. Apabila kita buka lembaran lama, Jaksa Untung Tri Gunawan divonis 20 tahun penjara padahal kala itu tuntutan jaksa hanya 15 tahun. Hakim memberi vonis lebih berat dengan alasan bahwa Jaksa Untung Tri Gunawan adalah seorang penegak Hukum. Bukankah Djoko Susilo juga seorang penegak hukum ?
Peniadaan uang pengganti sebesar 32 miliar juga patut dipertanyakan. Anggota Majelis Hakim Anwar mengatakan tidak adil jika Djoko diharuskan tetap membayar uang pengganti sebanyak Rp32 miliar. Sebab sejumlah aset dan harta Djoko telah disita negara. Hal ini patut disayangkan karena sejatinya koruptor itu lebih takut apabila disuruh membayar uang pengganti dan dimiskinkan daripada dipenjara. Mereka sadar apabila mereka masih memliki harta, mereka masih bisa hidup bak seorang raja meski di dalam bui sekalipun. Sebaliknya jika kehilangan semua hartanya, mereka akan kehilangan semua objek dan tujuan mereka selama ini.
Mengenai pencabutan hak politik yang dibatalkan, Hakim Anwar menilai tuntutan itu terlalu berlebihan. ‘’Akibat perkara secara otomatis terdakwa akan tersaring peraturan dan persyaratan partai politik,’’ ujarnya. KPK menuntut penghapusan hak politik, didasari pengalaman bahwa ada terpidana korupsi di Papua yang dapat mengikuti pemilihan kepala daerah, dan bahkan menang.
Perbuatan Djoko Susilo ini tidak bisa lagi ditoleransi. Untuk segala sesuatu yang haram dan telah melukai hati rakyat tidak ada lagi pemakluman. Uang pajak yang sejatinya dibayarkan oleh rakyat demi terwujudnya pelayanan publik yang baik justru dimasukan ke rekening pribadi.  Terhadap para penghianat hukum dan penghianat bangsa yang demikian, hukum biasa tidaklah cukup. Harus diberikan sanksi yang luar biasa. Para penegak hukum seharusnya tidak perlu ragu-ragu lagi untuk mendobrak belantara harta kekayaan para koruptor dan memangkasnya hingga habis. Rakyat pun kini menanti akan terwujudnya rasa keadilan dari tempat berpijak yang kian hari makin rapuh. Quo vadis ?
Pebri Tuwanto
Read More..
Bagikan Artikel Ini :