Best Blogger Tips

Sunday, 1 February 2015

Hubungan Intim Pers dan Penguasa

Kehidupan manusia sehari-hari tentunya tidak bisa dilepaskan dari berbagai arus informasi selalu mengalir. Bahkan, keberadaan informasi yang didapat dari obrolan sehari-hari, koran, tv, internet, dan berbagai media lain sudah menjadi semacam kebutuhan pokok dalam kehidupan bermasyarakat. Begitu pentingnya informasi yang umumnya didapat dari peran pers hingga ada sebuah adagium yang menyatakan bahwa pers itu layaknya sebuah informan kehidupan, pers seperti matahari yang menerangi bumi, tanpanya semua akan jadi gelap. Namun apakah benar pers itu menerangi semua penikmatnya, karena pada kenyataannya meskipun ada pers saat ini pun batas antara benar dan salah tetap kabur.

Lebih dalam lagi saya melihat adanya keterkaitan yang sangat erat antara pers dan penguasa sehingga berakibat pada kaburnya informasi. Layaknya kehidupan sehari-hari bermasyarakat, hubungan mereka bisa sebagai mitra atau oposisi. Hubungan itu sah-sah saja mengingat mereka (pers dan penguasa) memang saling membutuhkan satu sama lain, pers butuh berita, penguasa butuh publikasi, semua sesuai dengan fungsional kedua elemen tersebut. Permasalahan akan timbul saat yang terjadi adalah hubungan intim di luar nikah tanpa status yang jelas. Hubungan intim yang terjadi tanpa pernikahan akan menimbulkan masalah terutama perihal legalitas anaknya. Ya, seperti itulah pers ketika melakukan hubungan intim dengan penguasa, anak mereka atau bisa dianalogikan sebagai berita yang dihasilkan patut dipertanyakan keakuratannya. Apabila anak yang dihasilkan dari hubungan luar kawin hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya, disini berita yang dihasilkan tadi juga lebih memiliki hubungan dengan pers, sehinngga yang terkena imbasnya juga pers tersebut.
Sebenarnya pers sah-sah saja berhubungan intim dengan penguasa selama statusnya jelas, misalnya saja pers tersebut memang produk dari instansi terkait seperti portal indonesia.go.id yang merupakan milik Pemerintah Indonesia, sehingga berita yang dihasilkannya sendiri memang sifatnya informatif mengenai kegiatan-kegiatan yang telah dijalankan. Karena statusnya jelas sebagai bagian dari instansi tersebut, maka wajar saja dia menjadi semacam corong informasi dari kekuasaan yang ada. Besarnya pengaruh media ini disadari oleh pemerintah dan banyak golongan, oleh karena itu wajar jika media kemudian menjadi “lahan perebutan” bagi berbagai pihak untuk menyuarakan kepentingan. Misalnya saja pihak pemerintah tentu ingin agar media berfungsi sebagai sarana pemeliharaan integritas bangsa, sarana pemeliharaan kestabilan politik, dan sebagainya.
Hubungan Intim
Inilah salah satu penyebab utama kaburnya informasi pers saat ini, sulit membedakan antara hitam dan putih karena status keakuratan beritanya sendiri tidak jelas. Banyaknya pers yang secara tidak sadar terjebak melakukan hubungan intim di luar status yang jelas sudah dalam  tahap yang memprihatinkan. Pers yang seperti inilah yang berbahaya, karena hubungan mereka tak kasat mata dan tak terdengar. Sebagai contoh pers yang saya maksud adalah pers yang bukan bagian dari instansi atau kelompok terkait, namun beritanya senatiasa sudah dipesan untuk memberitakan hal positif dari suatu penguasa, bebas dari kritik, atau boleh mengkritik tapi jangan menjatuhkan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa di Indonesia beberapa media atau stasiun televisi berafiliasi dengan kalangan, kelompok, atau partai politik tertentu. Lihat saja dalam pemilu tahun 2014 lalu dimana media seakan-akan menjadi blok-blok politik yang mewakili kepentingan pemiliknya. Campur tangan pemilik media cetak atau elektronik yang berafiliasi dengan penguasa secara diam-diam tentu melanggar etika penyiaran sehingga merugikan masyarakat karena tanpa tedeng aling-aling mereka ‘dicekoki’ oleh berbagai kepentingan melalui media itu sendiri.
Di awal tadi sudah jelas dikatakan bahwa informasi dalam masyarakat adalah makanan sehari-sehari. Bisa dibayangkan bagaimana dampaknya ketika kita memakan makanan yang tidak sehat setiap harinya. Secara tidak langsung, sedikit demi sedikit masyarakat mengalami pembodohan karena pers menyajikan berita yang telah diracuni secara diam-diam. Risiko lainnya adalah rusaknya organ reproduksi pers itu sendiri karena terserang berbagai penyakit kronis hubungan intim di luar nikah dengan penguasa. Tubuh organisasi pers tersebut tidak bisa lagi menghasilkan berita-berita bermutu karena telah dibatasi kebebasannya secara samar. Lebih memprihatinkan lagi pers yang seperti ini selalu menutup m
Bagikan Artikel Ini :

0 comments:

Post a Comment