Kehidupan
manusia sehari-hari tentunya tidak bisa dilepaskan dari berbagai arus
informasi selalu mengalir. Bahkan, keberadaan informasi yang didapat
dari obrolan sehari-hari, koran, tv, internet, dan berbagai media lain
sudah menjadi semacam kebutuhan pokok dalam kehidupan bermasyarakat.
Begitu pentingnya informasi yang umumnya didapat dari peran pers hingga
ada sebuah adagium yang menyatakan bahwa pers itu layaknya sebuah
informan kehidupan, pers seperti matahari yang menerangi bumi, tanpanya
semua akan jadi gelap. Namun apakah benar pers itu menerangi semua
penikmatnya, karena pada kenyataannya meskipun ada pers saat ini pun
batas antara benar dan salah tetap kabur.
Lebih
dalam lagi saya melihat adanya keterkaitan yang sangat erat antara pers
dan penguasa sehingga berakibat pada kaburnya informasi. Layaknya
kehidupan sehari-hari bermasyarakat, hubungan mereka bisa sebagai mitra
atau oposisi. Hubungan itu
sah-sah saja mengingat mereka (pers dan penguasa) memang saling
membutuhkan satu sama lain, pers butuh berita, penguasa butuh publikasi,
semua sesuai dengan fungsional kedua elemen tersebut. Permasalahan akan
timbul saat yang terjadi adalah hubungan intim di luar nikah tanpa
status yang jelas. Hubungan intim yang terjadi tanpa pernikahan akan
menimbulkan masalah terutama perihal legalitas anaknya. Ya,
seperti itulah pers ketika melakukan hubungan intim dengan penguasa,
anak mereka atau bisa dianalogikan sebagai berita yang dihasilkan patut
dipertanyakan keakuratannya. Apabila anak yang dihasilkan dari hubungan
luar kawin hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya, disini
berita yang dihasilkan tadi juga lebih memiliki hubungan dengan pers,
sehinngga yang terkena imbasnya juga pers tersebut.
Sebenarnya
pers sah-sah saja berhubungan intim dengan penguasa selama statusnya
jelas, misalnya saja pers tersebut memang produk dari instansi terkait
seperti portal indonesia.go.id yang
merupakan milik Pemerintah Indonesia, sehingga berita yang
dihasilkannya sendiri memang sifatnya informatif mengenai
kegiatan-kegiatan yang telah dijalankan. Karena statusnya jelas sebagai
bagian dari instansi tersebut, maka wajar saja dia menjadi semacam
corong informasi dari kekuasaan yang ada. Besarnya pengaruh media ini
disadari oleh pemerintah dan banyak golongan, oleh karena itu wajar jika
media kemudian menjadi “lahan perebutan” bagi berbagai pihak untuk
menyuarakan kepentingan. Misalnya saja pihak pemerintah tentu ingin agar
media berfungsi sebagai sarana pemeliharaan integritas bangsa, sarana
pemeliharaan kestabilan politik, dan sebagainya.
Hubungan Intim
Inilah
salah satu penyebab utama kaburnya informasi pers saat ini, sulit
membedakan antara hitam dan putih karena status keakuratan beritanya
sendiri tidak jelas. Banyaknya pers yang secara tidak sadar terjebak
melakukan hubungan intim di luar status yang jelas sudah dalam tahap
yang memprihatinkan. Pers yang seperti inilah yang berbahaya, karena
hubungan mereka tak kasat mata dan tak
terdengar. Sebagai contoh pers yang saya maksud adalah pers yang bukan
bagian dari instansi atau kelompok terkait, namun beritanya senatiasa
sudah dipesan untuk memberitakan hal positif dari suatu penguasa, bebas
dari kritik, atau boleh mengkritik tapi jangan menjatuhkan. Sudah
menjadi rahasia umum bahwa di Indonesia beberapa media atau stasiun
televisi berafiliasi dengan kalangan, kelompok, atau partai politik
tertentu. Lihat saja dalam pemilu tahun 2014 lalu dimana media
seakan-akan menjadi blok-blok politik yang mewakili kepentingan
pemiliknya. Campur tangan pemilik media cetak atau elektronik yang
berafiliasi dengan penguasa secara diam-diam tentu melanggar etika
penyiaran sehingga merugikan masyarakat karena tanpa tedeng aling-aling mereka ‘dicekoki’ oleh berbagai kepentingan melalui media itu sendiri.
Di
awal tadi sudah jelas dikatakan bahwa informasi dalam masyarakat adalah
makanan sehari-sehari. Bisa dibayangkan bagaimana dampaknya ketika kita
memakan makanan yang tidak sehat setiap harinya. Secara tidak langsung,
sedikit demi sedikit masyarakat mengalami pembodohan
karena pers menyajikan berita yang telah diracuni secara diam-diam.
Risiko lainnya adalah rusaknya organ reproduksi pers itu sendiri karena
terserang berbagai penyakit kronis hubungan intim di luar nikah dengan
penguasa. Tubuh organisasi pers tersebut tidak bisa lagi menghasilkan
berita-berita bermutu karena telah dibatasi kebebasannya secara samar.
Lebih memprihatinkan lagi pers yang seperti ini selalu menutup m
0 comments:
Post a Comment