skip to main |
skip to sidebar
Sudah beberapa hari ini kita disuguhi berbagai cerita perihal KPK vs POLRI atau yang lebih akrab ditelinga kita “Cicak vs buaya”. Saya sendiri tidak berniat untuk mengulas kasus demi kasus yang berbagai pakar menanalisanya sebagai sebuah drama yang sudah sistematis. Saya juga tidak ingin membahas orang-orang yang memberikan dukungan kepada KPK secara membabi buta seolah-olah komisi anti rusuah itu sudah memiliki imunitas terhadap kesalahan.
Namun disini ada beberapa hal yang dilupakan oleh orang-orang mengenai momen cicak vs buaya yang sudah terjadi untuk ketiga kalinya. Saya sendiri melihatnya sebagai sesuatu yang positif bagi dunia demokrasi Indonesia kedepannya, entah mungkin bisa saja Cuma saya sendiri yang berfikir seperti ini
Pertama, Kisah Cicak vs Buaya menunjukan adanya suatu fenomena Check and Balances antara KPK dan POLRI. Menurut Montesquieu, sang pencetus teori ini, suatu negara dikatakan memiliki sistem checks n balances yang efektif jika tidak ada satupun cabang pemerintahan yang memiliki kekuasaan dominan, serta dapat dipengaruhi oleh cabang lainnya (A government is said to have an effective system of checks and balances if no one branch of government holds total power, and can be overridden by another). Disini baik POLRI maupun KPK terlihat tidak lagi memiliki kekuasaan yang dominan atau hierarki diantara mereka, keduanya saling mengevaluasi dan tanpa ragu menetapkan pimpinan kedua lembaga tersebut sebagai tersangka. Terlepas dari unsur politik atau intrik dibelakangnya, karena saya tidak ingin membahas melebar kearah sana. Apabila proses hukum terus berjalan lalu terbukti bahwa kedua pucuk pimpinan lembaga penegak hukum tersebut melakukan tindak pidana sesuai dengan yang didakwakan, maka bisa disimpulkan bahwa perlahan namun pasti institusi penegak hukum di Indonesia dapat saling terbuka untuk mengevaluasi satu sama lain tanpa adanya dominasi dari salah satu pihak.
Kedua, Masyarakat dalam pandangan yang sama akan pemberantasan korupsi. Saya rasa permasalahan korupsi yang diderita oleh bangsa ini sejak zaman penjajahan sampai sekarang telah membuat rakyat muak. Hampir saban hari kita dicekoki oleh berita korupsi yang tidak ada habisnya. Selesai kasus si a, muncul kasus si b, lalu si c, dst . Dari masalah-masalah yang tak kunjung usai ini, rakyat ada dalam suatu pandangan yang sama, “korupsi harus diberantas”. Namun disini masih ada hal yang mengganjal, masyarakat seolah-olah menganggap bahwa hanya KPK saja satu-satunya institusi penegak hukum yang mampu memberantas korupsi, sehingga penetapan pimpinan KPK sebagai tersangka oleh POLRI dianggap sebagai langkah mundur dalam pemberantasan korupsi. Ingat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi bukan hanya KPK tetapi POLRI juga termasuk didalamnya dan seandainya dugaan POLRI terbukti maka ini bisa jadi jalan untuk bersih-bersih KPK.
Ketiga, momentum evaluasi bagi POLRI dan KPK. Kedua lembaga ini telah berjalan bertahun-tahun dengan adanya kasus ini seharusnya kedua lembaga dapat melakukan penilaian untuk mengetahui efektivitas pekerjaan mereka dalam pemberantasan korupsi. Kelemahan yang ada dapat ditanggulangi dan kelebihannya dapat dipertahankan. Selain itu, dapat diketahui apakah rangkaian seluruh kegiatan dalam tubuh lembaga mereka telah sesuai untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Masyarakat tentu bisa menilai sendiri tingkat keberhasilan kedua institusi tersebut ketika kedua pucuk pimpinannya sendiri justru tersangkut kasus korupsi.
Yah, sekian sejauh ini saya masih melihat tiga sisi positif yang paling besar dari konflik ini, mungkin ada yang mau menambahkan??
belajar menulis dalam kesederhanaan, kemudahan, dan kejujuran.
Saturday, 24 January 2015
Sisi Positif KPK vs POLRI
Sudah beberapa hari ini kita disuguhi berbagai cerita perihal KPK vs POLRI atau yang lebih akrab ditelinga kita “Cicak vs buaya”. Saya sendiri tidak berniat untuk mengulas kasus demi kasus yang berbagai pakar menanalisanya sebagai sebuah drama yang sudah sistematis. Saya juga tidak ingin membahas orang-orang yang memberikan dukungan kepada KPK secara membabi buta seolah-olah komisi anti rusuah itu sudah memiliki imunitas terhadap kesalahan.
Namun disini ada beberapa hal yang dilupakan oleh orang-orang mengenai momen cicak vs buaya yang sudah terjadi untuk ketiga kalinya. Saya sendiri melihatnya sebagai sesuatu yang positif bagi dunia demokrasi Indonesia kedepannya, entah mungkin bisa saja Cuma saya sendiri yang berfikir seperti ini
Pertama, Kisah Cicak vs Buaya menunjukan adanya suatu fenomena Check and Balances antara KPK dan POLRI. Menurut Montesquieu, sang pencetus teori ini, suatu negara dikatakan memiliki sistem checks n balances yang efektif jika tidak ada satupun cabang pemerintahan yang memiliki kekuasaan dominan, serta dapat dipengaruhi oleh cabang lainnya (A government is said to have an effective system of checks and balances if no one branch of government holds total power, and can be overridden by another). Disini baik POLRI maupun KPK terlihat tidak lagi memiliki kekuasaan yang dominan atau hierarki diantara mereka, keduanya saling mengevaluasi dan tanpa ragu menetapkan pimpinan kedua lembaga tersebut sebagai tersangka. Terlepas dari unsur politik atau intrik dibelakangnya, karena saya tidak ingin membahas melebar kearah sana. Apabila proses hukum terus berjalan lalu terbukti bahwa kedua pucuk pimpinan lembaga penegak hukum tersebut melakukan tindak pidana sesuai dengan yang didakwakan, maka bisa disimpulkan bahwa perlahan namun pasti institusi penegak hukum di Indonesia dapat saling terbuka untuk mengevaluasi satu sama lain tanpa adanya dominasi dari salah satu pihak.
Kedua, Masyarakat dalam pandangan yang sama akan pemberantasan korupsi. Saya rasa permasalahan korupsi yang diderita oleh bangsa ini sejak zaman penjajahan sampai sekarang telah membuat rakyat muak. Hampir saban hari kita dicekoki oleh berita korupsi yang tidak ada habisnya. Selesai kasus si a, muncul kasus si b, lalu si c, dst . Dari masalah-masalah yang tak kunjung usai ini, rakyat ada dalam suatu pandangan yang sama, “korupsi harus diberantas”. Namun disini masih ada hal yang mengganjal, masyarakat seolah-olah menganggap bahwa hanya KPK saja satu-satunya institusi penegak hukum yang mampu memberantas korupsi, sehingga penetapan pimpinan KPK sebagai tersangka oleh POLRI dianggap sebagai langkah mundur dalam pemberantasan korupsi. Ingat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi bukan hanya KPK tetapi POLRI juga termasuk didalamnya dan seandainya dugaan POLRI terbukti maka ini bisa jadi jalan untuk bersih-bersih KPK.
Ketiga, momentum evaluasi bagi POLRI dan KPK. Kedua lembaga ini telah berjalan bertahun-tahun dengan adanya kasus ini seharusnya kedua lembaga dapat melakukan penilaian untuk mengetahui efektivitas pekerjaan mereka dalam pemberantasan korupsi. Kelemahan yang ada dapat ditanggulangi dan kelebihannya dapat dipertahankan. Selain itu, dapat diketahui apakah rangkaian seluruh kegiatan dalam tubuh lembaga mereka telah sesuai untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Masyarakat tentu bisa menilai sendiri tingkat keberhasilan kedua institusi tersebut ketika kedua pucuk pimpinannya sendiri justru tersangkut kasus korupsi.
Yah, sekian sejauh ini saya masih melihat tiga sisi positif yang paling besar dari konflik ini, mungkin ada yang mau menambahkan??
0 comments:
Post a Comment