Best Blogger Tips

Tuesday, 24 February 2015

Menyoal Perlindungan terhadap Pers Mahasiswa


Pers dan pers mahasiswa. Beberapa kalangan berpendapat bahwa pers mahasiswa adalah suatu bagian dari pers nasional atau disini saya menyebutnya sebagai pers mainstream. Pandangan tersebut menyederhanakan semua yang berbau pers, padahal pers mahasiswa memiliki entitasnya sendiri. Sungguh naif ketika kita mengamini hal tersebut, karena pada kenyataannya fakta justru berbicara lain. Ada sebuah kisah yang dialami oleh seorang pegiat pers mahasiswa disebuah kampus swasta di Kota Semarang.
Pada suatu ketika dia mengkritik kebijakan rektor di kampusnya, lalu menuangkannya dalam laman kompasiana dan blognya. Berselang beberapa hari dia pun dipanggil oleh rektornya lalu diberikan dua pilihan. Pertama, silahkan mengundurkan diri sebagai mahasiswa di kampus ini dan segala biaya kuliah hingga semester terakhir dan uang gedung akan dikembalikan. Kedua, apabila tidak bersedia mengundurkan diri, maka permasalahan ini akan dibawa ke ranah hukum. Singkat kata mahasiswa tersebut memilih opsi pertama, meskipun sudah banyak dukungan dan menawarkan bantuan advokasi. Kisah ini tentunya hanyalah satu dari sekian banyak kisah akan risiko menjadi bagian pers mahasiswa. Namun, mengapa hal ini bisa terjadi berikut akan coba saya ulas dalam tulisan ini.
Pers sering disebut sebagai the four estate setelah legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Dalam praktiknya memang harus diakui pada era ini pers memiliki peran yang krusial dalam suatu negara. Bahkan dalam praktik ketatanegaraan, bisa dinyatakan bahwa tidak ada demokrasi tanpa kebebasan pers. Semua itu bisa dijalankan dengan baik, karena pers mainstream berdiri sejajar dengan bidang legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Tidak ada hierarki diantara mereka, sehingga fungsi pengawasan dan kontrol (seharusnya) dapat berjalan dengan baik. Tetapi apakah hal itu berlaku pula dalam dunia kampus? Pers kampus, layaknya organisasi mahasiswa lainnya tergabung dalam sebuah unit kegiatan mahasiswa yang secara hierarki berada di bawah rektor atau dekan. Itu semua bisa dilihat secara gamblang dalam Garis Besar Halauan Kemahasiswaan (GBHK) yang berlaku di kampus. Rektor selaku pucuk pimpinan kampus juga menjadi pucuk pimpinan organisasi mahasiswa sehingga otomatis pers mahasiswa yang termasuk dalam unit kegiatan mahasiswa berada di posisi paling bawah, dibawah para birokrat kampus. Lalu bagaimana fungsi pengawasan dan kontrol dapat dilakukan oleh pers mahasiswa, karena posisinya sendiri ada dibawah eksekutif. Dengan adanya hierarki ini maka dengan mudah pimpinan kampus dapat menggunakan tangan besinya untuk menghukum pers mahasiswa yang kritis dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan kontrol terhadap kampusnya.Sungguh ironis, ketika di dalam perkuliahan mahasiswa dicekoki oleh beragam teori akan kebebasan pers dan fungsi pers, tetapi pada kenyataan hal tersebut justru dikebiri sendiri oleh dunia kampus.
Disisi lain tidak ada payung hukum yang memberikan perlindungan terhadap pers mahasiswa. Ketika terjadi sengketa pers, maka pers mainstream dapat menginduk pada UU no 40 tahun 1999 mengenai pers tetapi pers mahasiswa harus menginduk kemana sampai sekarang belum ada jawabnya. Pada UU Pers, disana sama sekali tidak ada yang menyebutkan mengenai pers mahasiswa, dan diawal tadi telah dijelaskan kalau pers mahasiswa berbeda dari pers mainstream karena ada hierarki dalam kampus. Selain itu dalam UU Pers kurang lebih disebutkan bahwa perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia dengan penyertaan modal minimal 50.000.000. nah, sekarang dimanakah kita bisa menemukan pers mahasiswa yang berbadan hukum dan modal sejumlah itu di Indonesia??
Dengan adanya perbedaan yang jelas tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kasus yang dipaparkan diawal tadi terjadi karena skema penyelesaian sengketa pers dalam UU Pers tidak bisa digunakan untuk menyelesaikan sengketa pers mahasiswa. Sehingga pers mahasiswa berjalan tanpa adanya perlindungan yang jelas, dituntut untuk mencapai sebuah tempat melalui jalan yang penuh kerikil tajam tanpa alas kaki. Selama tidak ada payung hukum yang jelas dalam mengangani sengketa pers mahasiswa, maka kedepannya masalah ini akan terus terjadi dan hanya akan diselesaikan melalui jalan pintas pimpinan kampus.
Bagikan Artikel Ini :

0 comments:

Post a Comment