Pers dan pers mahasiswa. Beberapa kalangan
berpendapat bahwa pers mahasiswa adalah suatu bagian dari pers nasional
atau disini saya menyebutnya sebagai pers mainstream. Pandangan tersebut
menyederhanakan semua yang berbau pers, padahal pers mahasiswa memiliki
entitasnya sendiri. Sungguh naif ketika kita mengamini hal tersebut,
karena pada kenyataannya fakta justru berbicara lain. Ada sebuah kisah
yang dialami oleh seorang pegiat pers mahasiswa disebuah kampus swasta
di Kota Semarang.
Pada suatu ketika dia mengkritik kebijakan rektor di
kampusnya, lalu menuangkannya dalam laman kompasiana dan blognya.
Berselang beberapa hari dia pun dipanggil oleh rektornya lalu diberikan
dua pilihan. Pertama, silahkan mengundurkan diri sebagai mahasiswa di
kampus ini dan segala biaya kuliah hingga semester terakhir dan uang
gedung akan dikembalikan. Kedua, apabila tidak bersedia mengundurkan
diri, maka permasalahan ini akan dibawa ke ranah hukum. Singkat kata
mahasiswa tersebut memilih opsi pertama, meskipun sudah banyak dukungan
dan menawarkan bantuan advokasi. Kisah ini tentunya hanyalah satu dari
sekian banyak kisah akan risiko menjadi bagian pers mahasiswa. Namun,
mengapa hal ini bisa terjadi berikut akan coba saya ulas dalam tulisan
ini.
Pers sering disebut sebagai the four estate
setelah legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Dalam praktiknya memang
harus diakui pada era ini pers memiliki peran yang krusial dalam suatu
negara. Bahkan dalam praktik ketatanegaraan, bisa dinyatakan bahwa tidak
ada demokrasi tanpa kebebasan pers. Semua itu bisa dijalankan dengan
baik, karena pers mainstream berdiri sejajar dengan bidang legislatif, yudikatif, dan eksekutif.
Tidak ada hierarki diantara mereka, sehingga fungsi pengawasan dan
kontrol (seharusnya) dapat berjalan dengan baik. Tetapi apakah hal itu
berlaku pula dalam dunia kampus? Pers kampus, layaknya organisasi
mahasiswa lainnya tergabung dalam sebuah unit kegiatan mahasiswa yang
secara hierarki berada di bawah rektor atau dekan. Itu semua bisa
dilihat secara gamblang dalam Garis Besar Halauan Kemahasiswaan (GBHK)
yang berlaku di kampus. Rektor selaku pucuk pimpinan kampus juga menjadi
pucuk pimpinan organisasi mahasiswa sehingga otomatis pers mahasiswa
yang termasuk dalam unit kegiatan mahasiswa berada di posisi paling
bawah, dibawah para birokrat kampus. Lalu bagaimana fungsi pengawasan
dan kontrol dapat dilakukan oleh pers mahasiswa, karena posisinya sendiri ada dibawah eksekutif.
Dengan adanya hierarki ini maka dengan mudah pimpinan kampus dapat
menggunakan tangan besinya untuk menghukum pers mahasiswa yang kritis
dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan kontrol terhadap
kampusnya.Sungguh ironis, ketika di dalam perkuliahan mahasiswa dicekoki
oleh beragam teori akan kebebasan pers dan fungsi pers, tetapi pada
kenyataan hal tersebut justru dikebiri sendiri oleh dunia kampus.
Disisi lain tidak ada payung hukum yang memberikan perlindungan terhadap
pers mahasiswa. Ketika terjadi sengketa pers, maka pers mainstream
dapat menginduk pada UU no 40 tahun 1999 mengenai pers tetapi pers
mahasiswa harus menginduk kemana sampai sekarang belum ada jawabnya.
Pada UU Pers, disana sama sekali tidak ada yang menyebutkan mengenai
pers mahasiswa, dan diawal tadi telah dijelaskan kalau pers mahasiswa
berbeda dari pers mainstream karena ada hierarki dalam kampus. Selain
itu dalam UU Pers kurang lebih disebutkan bahwa perusahaan pers adalah
badan hukum Indonesia dengan penyertaan modal minimal 50.000.000. nah, sekarang dimanakah kita bisa menemukan pers mahasiswa yang berbadan hukum dan modal sejumlah itu di Indonesia??
Dengan adanya perbedaan yang jelas tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa kasus yang dipaparkan diawal tadi terjadi karena
skema penyelesaian sengketa pers dalam UU Pers tidak bisa digunakan
untuk menyelesaikan sengketa pers mahasiswa. Sehingga pers mahasiswa
berjalan tanpa adanya perlindungan yang jelas, dituntut untuk mencapai
sebuah tempat melalui jalan yang penuh kerikil tajam tanpa alas kaki.
Selama tidak ada payung hukum yang jelas dalam mengangani sengketa pers
mahasiswa, maka kedepannya masalah ini akan terus terjadi dan hanya akan
diselesaikan melalui jalan pintas pimpinan kampus.
0 comments:
Post a Comment