Dengan
ini kami, LPM Gema Keadilan, menyatakan MENENTANG KERAS pembredelan yang dilakukan oleh pihak
Rektorat Universitas Krsiten Satya
Wacana (UKSW) dan Kepolisian Resor Salatiga terhadap Majalah LPM Lentera No. 3 Tahun
2015 dengan judul “Salatiga Kota Merah” dan dampak yang mungkin saja timbul
pasca pembredelan seperti pengawasan terhadap produk LPM Lentera, Intimidasi
nilai dan administratif selama perkuliahan.
Penolakan kami
didasarkan pada kajian terhadap peristiwa tersebut
a. Dalam
rangka memperingati lima puluh tahun peristiwa G-30S/PKI, Lembaga Pers Mahasiswa Lentera yang berkedudukan di
Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), menerbitkan majalah yang mengusung
tema G-30S/PKI dengan meliput
beberapa peristiwa yang terjadi di Kota Salatiga. Singkat kata selama kurang
lebih tiga bulan persiapan, Majalah Lentera nomor 3 tahun 2015 dengan judul
“Salatiga Kota Merah” berhasil diterbitkan pada tanggal 10 Oktober 2015 lalu
didistribusikan ke beberapa outlet seputar Salatiga.
b. Selama
proses peliputan berita, LPM lentera melakukan penggalian data melalui beberapa
hasil penelitian ilmiah dan sudah menjalankan jurnalisme presisi dengan
melakukan konfirmasi dan verifikasi terhadap berbagai sumber. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa konten berita yang ditulis dalam majalah dapat
dipertanggungjawabkan karena “bersifat ilmiah” dan “objektif”
c. Pasca
terbitnya majalah tersebut, LPM Lentera langsung mendapat respon keras dari kepolisian,
tentara, hingga Wali Kota Salatiga. Polisi lantas meminta supaya majalah itu
ditarik kembali dari peredaran dengan memprotes konten dari majalah tersebut.
Protes dari banyak pihak tersebut akhirnya membuat pimpinan lembaga pers mahasiswa diinterogasi pada Minggu, 18 Oktober 2015, oleh polisi. Mereka kemudian diminta menghentikan distribusi majalah itu untuk dikumpulkan
Protes dari banyak pihak tersebut akhirnya membuat pimpinan lembaga pers mahasiswa diinterogasi pada Minggu, 18 Oktober 2015, oleh polisi. Mereka kemudian diminta menghentikan distribusi majalah itu untuk dikumpulkan
d. Pada
tanggal 18 Oktober 2015, Dekan Fiskom UKSW membuat surat pernyataan yang isinya
menyatakan kesalahan mereka dan bersedia untuk melakukan penarikan atas majalah
tersebut, setelah sebelumnya mendapat teguran dari pihak kepolisian.
e. Sebelumnya
perlu ditegaskan disini bahwa Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
(“UU Pers”) adalah lex
specialis (hukum yang lebih khusus) terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) dan juga terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Sehingga dalam hal terdapat suatu
permasalahan yang berkaitan dengan pemberitaan pers, peraturan
perundang-undangan yang digunakan adalah UU Pers.
f. Pasal
(1) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, dalam ketentuan umum yang dimaksud
dengan pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan
peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum. Melihat dari fakta
yang ada, tindakan penarikan majalah tersebut oleh Kepolisian jelas sudah dapat
dikategorikan sebagai pemberedelan. Padahal dalam pasal (4) UU Pers sendiri
telah menegaskan bahwa terhadap pers itu sendiri tidak dikenakan penyensoran,
pembredelan atau pelarangan penyiaran.
g. Dalam
hal terjadi masalah terkait pemberitaan, baik itu terkait konten pemberitaan,
judul, atau cover majalah maka mekanisme penyelesaian yang dapat ditempuh
adalah melalui hak jawab (Pasal 5 ayat
[2] UU Pers) dan hak koreksi (Pasal
5 ayat [3] UU Pers). Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok
orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa
fakta yang merugikan nama baiknya, sedangkan hak koreksi adalah hak setiap
orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan
oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
h. Pernyataan
yang menyatakan bahwa majalah tersebut menimbulkan “keresahan masyarakat” juga
tidak jelas karena tidak dijelaskan siapakah sebenarnya masyarakat yang resah
tersebut. Pada kenyataannya masyarakat justru akan lebih resah ketika kebebasan
berpendapat dan kebebasan berekspresi itu sendiri dikebiri. Konten majalah yang
dipertanyakan pun justru menunjukkan bahwa telah berjalannya fungsi pendidikan
dimana masyarakat menjadi terbuka pengetahuannya serta wawasannya terkait
tragedi G-30S/PKI.
i.
Pencetakan majalah mahasiswa memang
selama ini mendapat bantuan dana dari pihak Rektorat UKSW. Namun, mengingat
dana yang belum cair maka LPM Lentera mencetak majalah “Salatiga Kota Merah”
menggunakan dana sendiri yang terkumpul dari iklan, iuran anggota, dan donasi
beberapa kalangan. Oleh karena menggunakan dana internal sendiri, maka LPM
Lentera berhak untuk menolak adanya penarikan majalah, dan pihak rektorat serta
kepolisian pun tidak dapat melakukan
pemaksaan penarikan atas majalah tersebut.
j.
Dalam surat pernyataan tertanggal 18
Oktober yang ditandatangani oleh Dekan Fiskom UKSW, menyatakan bahwa akan
melakukan pembinaan dan pengawasan lebih intensif terhadap LPM Lentera.
Pernyataan ini justru ditakutkan akan membawa dampak negatif berupa intervensi
dan intimidasi terkait kebebasan pers yang dimiliki pers mahasiswa dalam
menjalankan fungsi dan perannya.
k. Pemberedelan
yang dialami oleh LPM Lentera juga menimbulkan keresahan di kalangan pers
mahasiswa seluruh Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dengan diberitakannya peristiwa
ini secara terus menerus oleh berbagai LPM Se-Indonesia, diselenggarakannya
acara-acara diskusi terkait majalah lentera, serta demontrasi dari mahasiswa di
beberapa kota di DIY, Salatiga, dan Semarang.
Berdasarkan kenyataan
dan analisa yang kami paparkan kami menuntut agar Pihak Kepolisian Resor
Salatiga dan Rektorat UKSW
1.
Menghentikan penarikan Majalah LPM
Lentera No. 3 Tahun 2015 dengan judul “Salatiga Kota Merah” dan mengembalikan
semua produk majalah yang telah disita ke pihak LPM Lentera,
2.
Laksanakan hak jawab apabila memang ada
permasalahan terkait konten majalah yang diangkat oleh Lentera,
3.
Menolak adanya dampak negatif pasca
peristiwa ini seperti pengawasan intensif pihak dekanat yang mengekang
kebebasan pers atau dampak-dampak lain seperti intimidasi nilai atau kesulitan
administratif.
Demikian pernyataan sikap ini dibuat atas dasar
inisiatif dan keprihatinan kami atas kebebasan pers yang masih terkekang oleh penegak hukum dan kaum
inteletual kampus, semoga apa yang terjadi kepada kawan seperjuangan kami, LPM
lentera tidak menyurutkan langkah mahasiswa dalam menjalankan fungsinya sebagai
agen perubahan serta demi tegaknya kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi.
Pernyataan sikap ini dibuat pasca ditariknya majalah LPM Lentera UKSW Salatiga edisi Salatiga Kota Merah
0 comments:
Post a Comment