Best Blogger Tips

Thursday 3 December 2015

PERNYATAAN SIKAP LPM GEMA KEADILAN




Dengan ini kami, LPM Gema Keadilan, menyatakan MENENTANG KERAS  pembredelan yang dilakukan oleh pihak Rektorat  Universitas Krsiten Satya Wacana (UKSW) dan Kepolisian Resor Salatiga terhadap Majalah LPM Lentera No. 3 Tahun 2015 dengan judul “Salatiga Kota Merah” dan dampak yang mungkin saja timbul pasca pembredelan seperti pengawasan terhadap produk LPM Lentera, Intimidasi nilai dan administratif selama perkuliahan.

Penolakan kami didasarkan pada kajian terhadap peristiwa tersebut
a.       Dalam rangka memperingati lima puluh tahun peristiwa G-30S/PKI, Lembaga Pers Mahasiswa Lentera yang berkedudukan di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), menerbitkan majalah yang mengusung tema G-30S/PKI dengan meliput beberapa peristiwa yang terjadi di Kota Salatiga. Singkat kata selama kurang lebih tiga bulan persiapan, Majalah Lentera nomor 3 tahun 2015 dengan judul “Salatiga Kota Merah” berhasil diterbitkan pada tanggal 10 Oktober 2015 lalu didistribusikan ke beberapa outlet seputar Salatiga.
b.      Selama proses peliputan berita, LPM lentera melakukan penggalian data melalui beberapa hasil penelitian ilmiah dan sudah menjalankan jurnalisme presisi dengan melakukan konfirmasi dan verifikasi terhadap berbagai sumber. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konten berita yang ditulis dalam majalah dapat dipertanggungjawabkan karena “bersifat ilmiah” dan “objektif” 
c.       Pasca terbitnya majalah tersebut, LPM Lentera langsung mendapat respon keras dari kepolisian, tentara, hingga Wali Kota Salatiga. Polisi lantas meminta supaya majalah itu ditarik kembali dari peredaran dengan memprotes konten dari majalah tersebut.
Protes dari banyak pihak tersebut akhirnya membuat pimpinan lembaga pers mahasiswa diinterogasi pada Minggu, 18 Oktober 2015, oleh polisi. Mereka kemudian diminta menghentikan distribusi majalah itu untuk dikumpulkan
d.      Pada tanggal 18 Oktober 2015, Dekan Fiskom UKSW membuat surat pernyataan yang isinya menyatakan kesalahan mereka dan bersedia untuk melakukan penarikan atas majalah tersebut, setelah sebelumnya mendapat teguran dari pihak kepolisian.
e.       Sebelumnya perlu ditegaskan disini bahwa Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (“UU Pers”) adalah lex specialis (hukum yang lebih khusus) terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) dan juga terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Sehingga dalam hal terdapat suatu permasalahan yang berkaitan dengan pemberitaan pers, peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah UU Pers.


f.       Pasal (1) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, dalam ketentuan umum yang dimaksud dengan pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum. Melihat dari fakta yang ada, tindakan penarikan majalah tersebut oleh Kepolisian jelas sudah dapat dikategorikan sebagai pemberedelan. Padahal dalam pasal (4) UU Pers sendiri telah menegaskan bahwa terhadap pers itu sendiri tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
g.      Dalam hal terjadi masalah terkait pemberitaan, baik itu terkait konten pemberitaan, judul, atau cover majalah maka mekanisme penyelesaian yang dapat ditempuh adalah melalui hak jawab (Pasal 5 ayat [2] UU Pers) dan hak koreksi (Pasal 5 ayat [3] UU Pers). Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya, sedangkan hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
h.      Pernyataan yang menyatakan bahwa majalah tersebut menimbulkan “keresahan masyarakat” juga tidak jelas karena tidak dijelaskan siapakah sebenarnya masyarakat yang resah tersebut. Pada kenyataannya masyarakat justru akan lebih resah ketika kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi itu sendiri dikebiri. Konten majalah yang dipertanyakan pun justru menunjukkan bahwa telah berjalannya fungsi pendidikan dimana masyarakat menjadi terbuka pengetahuannya serta wawasannya terkait tragedi G-30S/PKI. 
i.        Pencetakan majalah mahasiswa memang selama ini mendapat bantuan dana dari pihak Rektorat UKSW. Namun, mengingat dana yang belum cair maka LPM Lentera mencetak majalah “Salatiga Kota Merah” menggunakan dana sendiri yang terkumpul dari iklan, iuran anggota, dan donasi beberapa kalangan. Oleh karena menggunakan dana internal sendiri, maka LPM Lentera berhak untuk menolak adanya penarikan majalah, dan pihak rektorat serta kepolisian  pun tidak dapat melakukan pemaksaan penarikan atas majalah tersebut.
j.        Dalam surat pernyataan tertanggal 18 Oktober yang ditandatangani oleh Dekan Fiskom UKSW, menyatakan bahwa akan melakukan pembinaan dan pengawasan lebih intensif terhadap LPM Lentera. Pernyataan ini justru ditakutkan akan membawa dampak negatif berupa intervensi dan intimidasi terkait kebebasan pers yang dimiliki pers mahasiswa dalam menjalankan fungsi dan perannya.




k.      Pemberedelan yang dialami oleh LPM Lentera juga menimbulkan keresahan di kalangan pers mahasiswa seluruh Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dengan diberitakannya peristiwa ini secara terus menerus oleh berbagai LPM Se-Indonesia, diselenggarakannya acara-acara diskusi terkait majalah lentera, serta demontrasi dari mahasiswa di beberapa kota di DIY, Salatiga, dan Semarang.

Berdasarkan kenyataan dan analisa yang kami paparkan kami menuntut agar Pihak Kepolisian Resor Salatiga dan Rektorat UKSW
1.      Menghentikan penarikan Majalah LPM Lentera No. 3 Tahun 2015 dengan judul “Salatiga Kota Merah” dan mengembalikan semua produk majalah yang telah disita ke pihak LPM Lentera,
2.      Laksanakan hak jawab apabila memang ada permasalahan terkait konten majalah yang diangkat oleh Lentera,
3.      Menolak adanya dampak negatif pasca peristiwa ini seperti pengawasan intensif pihak dekanat yang mengekang kebebasan pers atau dampak-dampak lain seperti intimidasi nilai atau kesulitan administratif.
Demikian pernyataan sikap ini dibuat atas dasar inisiatif dan keprihatinan kami atas kebebasan pers yang  masih terkekang oleh penegak hukum dan kaum inteletual kampus, semoga apa yang terjadi kepada kawan seperjuangan kami, LPM lentera tidak menyurutkan langkah mahasiswa dalam menjalankan fungsinya sebagai agen perubahan serta demi tegaknya kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi.

Pernyataan sikap ini dibuat pasca ditariknya majalah LPM Lentera UKSW Salatiga edisi Salatiga Kota Merah
Bagikan Artikel Ini :

0 comments:

Post a Comment