skip to main |
skip to sidebar
Akhir-akhir ini berita seputar Satinah, TKI asal Kabupaten Semarang, yang akan di hukum gantung atas tuduhan pembunuhan terhadap majikannya senantiasa menghiasi layar kaca. Pro Kontra seputar usaha pengumpulan dana untuk membantu Satinah pun mulai bermunculan. Ada yang menghujat karena menganggap seorang pembunuh dan pencuri tidak pantas untuk mendapatkan bantuan sebesar itu. Banyak TKI yang berprestasi namun tidak mendapat apresiasi dari Negara ini. Fakta di persidangan menyebutkan bahwa Satinah memang telah membunuh majikannya pada 16 Juni 2007. Patut disayangkan pula, Satinah justru kabur membawa tas majikannya yang berisi uang senilai 37.970 Riyal atau Rp122 juta, meski Satinah akhirnya menyerahkan diri ke kantor polisi setempat dan mengakui perbuatannya. Namun apakah kita harus mendiamkannya atau justru ikut menghujat aksi penggalangan dana untuk Satinah?
Amanat Konstitusi
Ketika ada yang menghujat penggalangan dana untuk Satinah ini, saya pribadi sempat bertanya-tanya dalam hati, ada dimana hati nurani dan rasa empati kita sesama warga negara Indonesia? Kita segenap warga negara Indonesia wajib menjalankan UUD 1945 seperti amanat Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945, "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan". Juga Pasal 28D Ayat 1 & 2, "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja". UUD juga mengamanatkan pada Pasal 28G Ayat 1 & 2, "Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain".
Sangat disayangkan bahwasanya beberapa pejabat Indonesia yang notabene memahami konstitusi justru melanggar amanat dari UUD sendiri dengan menghujat aksi solidaritas bagi Satinah. Perlu ditegaskan lagi “Menyiksa satu TKI, sama saja menyiksa 230 juta rakyat Indonesia, menelantarkan satu TKI sama saja menelantarkan warga Indonesia dari Sabang sampai Mauruke, dan memperkosa satu TKI sama saja memperkosa Ibu Pertiwi”.
Instrumen Hukum Internasional pun menyatakan dengan tegas perlindungan terhadap para buruh Migran. Perlakuan yang tidak manusiawi terhadap Satinah merupakan pelanggaran atas Pasal 5 Universal Declaration of Human Rights yang berbunyi: “No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment”. Tindakan majikan Satinah yang membenturkan kepala Satinah di tembok juga melanggar Pasal 7 International Covenant on Civil and Political Rights, yang berbunyi: “No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment. In particular, no one shall be subjected without his free consent to medical or scientific experimentation”. Pemerintah harus melindungi hak asasi manusia para TKW/TKI. Tidak ada kompromi lagi. Hak hidup, hak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak, serta hak atas perlakuan sama di hadapan hukum dan dianggap sebagai subyek hukum dan bukan objek hukum harus diperjuangkan. Tanpa jaminan tersebut, sebaiknya pengiriman TKW/TKI dihentikan untuk sementara waktu, sampai keadaan kondusif dan pemerintah negara tujuan menjamin perlindungan hukum atas hak asasi manusia serta perlakuan yang wajar dan manusiawi terhadap para TKW/TKI kita. Ketegasan dan kemampuan loby dari pemerintah kita sangat diperlukan agar para negara penerima jasa TKI/TKW dapat ditekan untuk memberikan perlindungan terhadap para TKI/TKW dan kisah pilu mereka tidak terjadi lagi. Harus diakui, pemerintah wajib mencontoh bagaimana Australia melakukan tekanan-tekanan politik terhadap kita demi melindungi Corby dari Hukuman 20 tahun penjara di negri ini, meskipun kita semua tahu corby telah terbukti bersalah dengan membawa 4,1 kg Mariyuana.
belajar menulis dalam kesederhanaan, kemudahan, dan kejujuran.
Friday, 4 April 2014
Pantaskah 21 M untuk Satinah?
Akhir-akhir ini berita seputar Satinah, TKI asal Kabupaten Semarang, yang akan di hukum gantung atas tuduhan pembunuhan terhadap majikannya senantiasa menghiasi layar kaca. Pro Kontra seputar usaha pengumpulan dana untuk membantu Satinah pun mulai bermunculan. Ada yang menghujat karena menganggap seorang pembunuh dan pencuri tidak pantas untuk mendapatkan bantuan sebesar itu. Banyak TKI yang berprestasi namun tidak mendapat apresiasi dari Negara ini. Fakta di persidangan menyebutkan bahwa Satinah memang telah membunuh majikannya pada 16 Juni 2007. Patut disayangkan pula, Satinah justru kabur membawa tas majikannya yang berisi uang senilai 37.970 Riyal atau Rp122 juta, meski Satinah akhirnya menyerahkan diri ke kantor polisi setempat dan mengakui perbuatannya. Namun apakah kita harus mendiamkannya atau justru ikut menghujat aksi penggalangan dana untuk Satinah?
Amanat Konstitusi
Ketika ada yang menghujat penggalangan dana untuk Satinah ini, saya pribadi sempat bertanya-tanya dalam hati, ada dimana hati nurani dan rasa empati kita sesama warga negara Indonesia? Kita segenap warga negara Indonesia wajib menjalankan UUD 1945 seperti amanat Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945, "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan". Juga Pasal 28D Ayat 1 & 2, "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja". UUD juga mengamanatkan pada Pasal 28G Ayat 1 & 2, "Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain".
Sangat disayangkan bahwasanya beberapa pejabat Indonesia yang notabene memahami konstitusi justru melanggar amanat dari UUD sendiri dengan menghujat aksi solidaritas bagi Satinah. Perlu ditegaskan lagi “Menyiksa satu TKI, sama saja menyiksa 230 juta rakyat Indonesia, menelantarkan satu TKI sama saja menelantarkan warga Indonesia dari Sabang sampai Mauruke, dan memperkosa satu TKI sama saja memperkosa Ibu Pertiwi”.
Instrumen Hukum Internasional pun menyatakan dengan tegas perlindungan terhadap para buruh Migran. Perlakuan yang tidak manusiawi terhadap Satinah merupakan pelanggaran atas Pasal 5 Universal Declaration of Human Rights yang berbunyi: “No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment”. Tindakan majikan Satinah yang membenturkan kepala Satinah di tembok juga melanggar Pasal 7 International Covenant on Civil and Political Rights, yang berbunyi: “No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment. In particular, no one shall be subjected without his free consent to medical or scientific experimentation”. Pemerintah harus melindungi hak asasi manusia para TKW/TKI. Tidak ada kompromi lagi. Hak hidup, hak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak, serta hak atas perlakuan sama di hadapan hukum dan dianggap sebagai subyek hukum dan bukan objek hukum harus diperjuangkan. Tanpa jaminan tersebut, sebaiknya pengiriman TKW/TKI dihentikan untuk sementara waktu, sampai keadaan kondusif dan pemerintah negara tujuan menjamin perlindungan hukum atas hak asasi manusia serta perlakuan yang wajar dan manusiawi terhadap para TKW/TKI kita. Ketegasan dan kemampuan loby dari pemerintah kita sangat diperlukan agar para negara penerima jasa TKI/TKW dapat ditekan untuk memberikan perlindungan terhadap para TKI/TKW dan kisah pilu mereka tidak terjadi lagi. Harus diakui, pemerintah wajib mencontoh bagaimana Australia melakukan tekanan-tekanan politik terhadap kita demi melindungi Corby dari Hukuman 20 tahun penjara di negri ini, meskipun kita semua tahu corby telah terbukti bersalah dengan membawa 4,1 kg Mariyuana.
0 comments:
Post a Comment