Best Blogger Tips

Tuesday, 28 April 2015

Sengkarut Dunia Pelayaran dalam Wacana Poros Maritim Dunia



Oleh : Pebri Tuwanto

Salah satu gagasan yang selama ini senantiasa dikumandangkan dalam memaksimalkan potensi dunia kelautan di Indonesia adalah dengan menjadikannya sebagai poros maritim dunia. Demi mengukuhkan diri sebagai poros maritim dunia, terdapat berbagai macam tantangan yang harus diatasi baik dari dalam maupun luar. Secara geografis, geopolitik, maupun geoekonomi Indonesia memang berada pada jalur yang tepat untuk meraih posisi sebagai poros maritim dunia..

Konon, berdasarkan data Badan Pangan Dunia (FAO) nilai perekonomian dari laut Indonesia diperkirakan mencapai 3 triliun dollar AS sampai 5 triliun dollar AS atau setara dengan Rp 36.000 triliun sampai Rp 60.000 triliun tiap tahunnya. Namun, potensi ini menjadi terbengkalai, contohnya saja berdasarkan data statistik dari Kelautan dan Perikanan dalam hal Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sektor kelautan dan perikanan menghabiskan uang negara sekitar Rp 18 triliun setiap tahunnya. Anggaran tersebut digunakan untuk operasional pengembangan sektor kelautan dan perikanan berupa anggaran KKP sekitar Rp 6,5 trilun, serta subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk sektor perikanan yang sebesar Rp 11,5 triliun. Di sisi lain total jumlah yang disumbangkan untuk PNBP dari kapal tersebut hanya berkisar Rp 300 miliar tiap tahun. Tidak terjadi keseimbangan antara yang dikeluarkan pemerintah dengan apa yang didapat pada sektor perikanan. Terdapat defisit sekitar Rp 17,7 triliun yang harus ditanggung pemerintah. Hal inilah yang menjadikan salah satu alasan utama, Presiden Jokowi memasukkan sektor kelautan sebagai salah satu agenda terpenting yang akan diusung oleh pemerintahannya
Presiden Jokowi kembali menegaskan visinya perihal poros maritim dunia ini secara gamblang dalam Konferensi Tingkat Tinggi Negara-negara Asia Timur (KTT EAS) di Myanmar tahun lalu dengan mengelaborasinya kedalam lima pilar, yaitu membangun kembali budaya maritim Indonesia, menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan melalui pengembangan industri perikanan, memprioritaskan pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim, dan pariwisata maritim, melaksanakan diplomasi maritim, dan membangun kekuatan pertahanan maritim.
Tulisan ini akan mengkaji lebih dalam  pada pilar ketiga, khususnya pengembangan konektivitas maritim. Pada dasarnya penguatan konektivitas dalam dunia pelayaran Indonesia ini selaras dengan gagasan Jalan Sutra Maritim dari Presiden Tiongkok, Xi Jinping. Jalan sutra maritim merupakan upaya untuk menghubungkan pelabuhan-pelabuhan di Tiongkok bagian tenggara dengan negara-negara ASEAN melalui Selat Malaka, negara-negara di Asia Tengah (Srilangka, Banglasdeh, India, Maladewa, Pakistan) melalui Samudra Hindia, dan negara-negara di Timur Tengah hingga Eropa selatan melalui Laut Merah dan Laut Mediterania; yang akhirnya bertemu dengan jalan sutra darat di Eropa Tengah. Tentunya dengan visi yang selaras ini harapannya dapat saling memberikan mutual benefit pada kedua negara khususnya dalam kemajuan ekonomi. Demi tercapainya hal tersebut, Indonesia harus meresponnya dengan meningkatkan konektivitas dalam dunia lautnya, baik melalui berbagai regulasi yang dibuat atau infrastruktur yang akan dibangun. Kerjasama dengan Tiongkok melalui jalur sutra ini hanyalah satu diantara berbagai kemungkinan kerjasama bidang perdagangan yang dapat dicapai Indonesia dengan memaksimalkan sektor lautnya. Namun, permasalahannya sudah siapkah kondisi dunia pelayaran Indonesia?
Pelayaran Indonesia terancam lesu  
Saat ini kondisi pelayaran di Indonesia bisa dibilang lesu.Kondisi ini dipicu oleh beberapa hal. Pertama, menurunya bisnis komoditas. Pemerintah menetapkan bahwa setiap hasil tambang harus diolah terlebih dahulu sebelum diekspor. Semua harus diolah menjadi komoditas setengah jadi atau jadi yang memiliki nilai tambah. Jika tidak dilaksanakan maka industri tersebut wajib membayar bea keluar sampai 20%. Sementara itu hasil tambang yang sudah diolah hampir tidak ada, karena sebagian besar industri belum membangun smelter. Membangun smelter sendiri butuh waktu yang tidak singkat dan biayanya yang mahal. Kondisi ini tentu berdampak langsung pada dunia pelayaran karena hasil tambang biasanya diangkut menggunakan kapal, tetapi kini kapal-kapal tersebut tidak beroperasi karena barang yang diangkut sendiri tidak ada.
Kedua, menurunnya harga minyak dunia. Harga minyak dan gas dunia dalam beberapa bulan terakhir mengalami penurunan yang sangat signifikan. Hal ini mengakibatkan perusahaan eksplorasi akan menahan produksinya, karena beberapa waktu lalu harga minyak dan gas dunia lebih rendah daripada biaya produksinya. Sehingga jika diteruskan perusahaan migas tersebut akan  merugi. Penghentian kegiatan eksplorasi ini tentu berdampak pada penggunaan kapal yang biasa digunakan kegiatan eksplorasi. Ketiga, usaha pelayaran yang kini dibebani pajak hingga empat kali lipat. Kalangan pelaku usaha pelayaran akan dibebani pajak hingga empat kali lipat dari pungutan yang biasa berlaku. Pajak tersebut akan diterapkan efektif pada Maret 2015 melalui pajak penghasilan (PPh) non final. Sebelumnya, pajak yang berlaku pada usaha pelayaran adalah PPh final 1,2%. Bukan hanya memberatkan, tetapi juga semakin memperumit karena perhitungan PPh non final mewajibkan kalangan usaha untuk menyetor pembukuan
Ketiga hal tersebut dapat menghambat terbentuknya konektivitas kelautan Indonesia. Para pelaku usaha pelayaran justru terancam oleh beberapa regulasi yang dibuat oleh pemerintah sendiri. Disisi lain harga minyak dunia yang fluktuatif semakin memperberat jalan terbentuknya konektivitas di kelautan Indonesia. Ancaman atas lesunya dunia pelayaran ini wajib diantisipasi sejak dini oleh pemerintah apabila memang serius menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Poros maritim tidak akan digapai apabila dunia pelayaran lesu. Wacana menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia memang perlu diapresiasi dan didukung, namun pemerintah jangan hanya terlena dalam angan-angan tersebut. Dengan segala potensi yang ada Indonesia harus mampu menjadikan maritim sebagai basis untuk memperkuat ekonomi bangsa.

Daftar Pustaka
Berita Online
Cara Jokowi Jadikan Indonesia Poros Maritim, Gangsar Parikesit, 13/11/2014, http://www.tempo.co/read/news/2014/11/13/118621707/Cara-Jokowi-Jadikan-Indonesia-Poros-Maritim, diakses tanggal 26 April 2015 pukul 23.30
Usaha Pelayaran Dibebani Pajak Empat Kali Lipat, Ichsan Amin, 29/1/2015, http://ekbis.sindonews.com/read/957623/34/usaha-pelayaran-dibebani-pajak-empat-kali-lipat-1422537568, diakses tanggal 26 April 2015 pukul 22.00

Bagikan Artikel Ini :

0 comments:

Post a Comment