Best Blogger Tips

Monday, 4 January 2016

Saat Sticker LINE Dipermasalahkan

“Semoga LINE Indonesia dan seluruh pemilik aplikasi di Playstore baik pengunduh maupun creator mau menyaring konten dan membuat kebijakan yang memegang prinsip hak anak (Convention on the Rights of the Child's)”

Saat Stiker Line Dipermasalahkan

Kalimat tersebut terpampang dengan jelas dalam laman change.org, sebagai bentuk protes dari Gioveny Astaning Permana, terhadap beberapa sticker line yang dinilai melanggar hak anak dalam konvensi hak anak. Saat tulisan ini dibuat (1/1/2016) petisi tersebut sudah ditandatangani oleh 6916 orang.
Ada baiknya dipahami pula bahwa konvensi hak anak adalah perjanjian internasional yang mengatur prinsip-prinsip dasar perlindungan anak di dunia sebagai bagian integral dari hak asasi manusia. Konvensi ini sudah diratifikasi oleh Indonesia  dengan Keppres No.36 tahun 1990. Sebagai konsekuensinya maka Indonesia harus melaksanakan isi perjanjian tersebut.
Memang dalam 'Popular Creator Sticker LINE' terdapat beberapa sticker yang menampilkan gambar-gambar yang sebenarnya tidak pantas untuk diakses anak dibawah umur. Misalnya saja sticker so much love, short couple problem, him & her, Lily & Marigold, romantic memories, love lasting forever, hugs and kisses yang sedikit berbau pornografi. Di sisi lain aplikasi line sendiri tumbuh pesat di Indonesia, data dari techinasia bulan September 2014 menyebutkan 30 juta orang Indonesia gunakan LINE dan tercatat sebagai nomor dua di dunia.
Sebelum membahas soal sticker perlu diingat bahwa ketika akan menggunakan aplikasi ini calon pengguna akan di hadapkan pada permintaan persetujuan atas LINE Terms and Conditions of Use. Saat menyatakan setuju, maka itu berarti telah tercapai kesepakatan antara perusahaan dan pengguna terhadap setiap syarat dan ketentuan dari fitur yang ada dalam line.

Dalam konvensi hak anak yang dimaksud dengan anak adalah setiap manusia di bawah umur 18 tahun, kecuali diatur lain menurut UU (misalnya saja menikah). Nah, dalam LINE Terms and Conditions of Use tersebut tidak ada larangan anak di bawah 18 tahun untuk mendownload aplikasi ini. Sehingga pada dasarnya memang aplikasi ini bebas digunakan untuk semua usia baik dewasa maupun anak-anak. Hanya, pada poin 2.2 bab Agreement to Terms and Conditions menyebutkan bahwa anak di bawah umur dapat menggunakan layanan hanya dengan persetujuan dari orang tua atau wali hukum. Pertanyaannya sekarang apakah para orangtua telah menjadi konsumen yang cerdas dengan membaca prasyarat tersebut?

Ah, mungkin sebagian kalangan akan membantah argumen tersebut dengan berkata bahwa ketentuan tersebut sifatnya bias dan mudah dimanipulasi oleh anak. Lalu sekarang atas dasar apa juga memberikan anak sebuah smartphone mewah? Apakah benar anak-anak sudah layak untuk mengelolanya? Pemberian smartphone beserta pulsanya terhadap anak tentu artinya juga memberi kesempatan bagi anak untuk menikmati konten dari smartphone tersebut. Hal ini tentunya juga harus diimbangi dengan kesadaran atas risiko yang mungkin terjadi. Termasuk tindakan-tindakan untuk mengantisipasi risiko tersebut, seperti pendampingan dalam penggunaan gadget.
Tindakan membuat petisi atas sticker line sebenarnya terbilang berlebihan dan justru akan akan menjadi bumerang bagi anak. Kita perlu memahami bahwa anak semakin dilarang maka akan semakin penasaran. Hal ini karena anak memiliki rasa keingintahuan yang tinggi tetapi kontrol diri yang rendah. Bisa saja saat petisi tersebut sukses, maka anak akan mulai mencari tahu mengapa sticker itu dilarang? Sebenarnya seperti apa sih bentuknya? Bagaimana cara mendapatkannya?
Perlu dipahami bahwa LINE itu hanya satu dari sekian banyak sosial media di Indonesia yang memberi peluang akses terhadap hal-hal berbau pornografi. Masih banyak aplikasi lain yang beredar dengan gratis dan dapat diakses dengan mudah. Apabila memang ingin mengantisipasi hal-hal berbau pornografi ke anak, maka pertimbangkan lagi pemberian smartphone pada mereka? Bukankah lucu ketika anak mengakses hal berbau pornografi tapi yang disalahkan  pertama adalah aplikasinya? Ini seperti anak kecil yang berlarian di taman lalu terjatuh tersandung oleh akar pohon, tiba-tiba orangtuanya datang dan memaki-maki akar tersebut. Bukabkah anak tersebut juga terjatuh karena tidak diawasi oleh orangtuanya, yang membiarkan dia berlarian diantara semak belukar?
Masalah-masalah lain seperti konten televisi yang tidak mendidik rasa-rasanya lebih urgent dibanding menyalahkan aplikasi yang diakses melalui smartphone pemberian orangtua mereka sendiri. Bila memang tetap bersikeras ingin memberikan smartphone pada anak, maka jadilah konsumen yang cerdas dan orangtua bijak. Teliti sebelum menginstal aplikasi dan dampingi saat anak mengelola smartphone .

Tulisan ini sebelumnya telah dimuat di mahasiswabicara.com
Bagikan Artikel Ini :

1 comments:

Anonymous said...

luar biasa bahasannya, mantap pengkajiannya yg sangat objektif

Post a Comment