Hukum dalam Bayangan Status Sosial
Sepertihalnya yang terjadi pada negara berkembang lainnya, penerapan hukum di Indonesia masih sring menyimpang dari asas Equality of Justice, terutama etika berhadapan dengan Stratifikasi Sosial. Asas Equality of Justice seperti tidak berkutik ketika dihadapkan dengan status sosial yang lebih tinggi, sehingga muncul istilah hukum berlaku bak pisau yang mengarah ke bawah. Semakin kebawah, maka pisau tersebut akan semakin tajam, yakni ketika berhadapan dengan kalangan “bottom class”, dan semakin keatas akan semakin tumpul, yakni ketika berhadapan dengan kalang “upper Class”. Fenomena ini semakin membuat hukum terasa pincang dan tidak mampu memenuhi nilai-nilai keadilan yang ada di masyarakat.
Berkaca pada kasus yang menimpa pada mbok Minah dan Susno Duadji sungguh miris melihat hukum memperlakukan keduanya. Hukum begitu sulit mengupas dan mengekseskusi seorang Susno, namun dengan mudahnya mengupas kasus yang menimpa Mbok Minah. Seringkali pemeriksaan terhadap seorang tersangka dari golongan rendah jauh dari nilai kemanusiaan. Pemeriksaan terhadap mereka dapat dilakukan kapan pun, tidak perduli saat sedang sakit atau jam istirahat sekalipun. Jangankan memperoleh penangguhan penahanan, terkadang mereka tetap ditahan walaupun masa penahanan telah berakhir. Asas Praduga tak bersalah seolah tidak mengenal mereka, karena bagi para aparat penegak hukum, mereka hanyalah masyarakat rendah dan buta hukum.
Paradoks. Hukum yang diharapkan tidak pandang bulu, justru memberi pelukan hangat bagi mereka yang memiliki status sosial yang tinggi. Mereka yang memiliki uang bisa membeli hukum. Didalanm tahanan pun mereka masih bisa menikmati fasilitas layaknya di hotel berbintang.Bahkan, ketua KPK, Abraham Samad, menuding banyak koruptor yang keluyuran ketika ditahan di lapas. Untuk mengatasi hal ini diperlukan suatu penerapan hukum yang progressif. Sebagaimana dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo, Hukum Progressif adalah serangkaian tindakan radikal dengan mengubah sistem hukum (termasuk peraturannya bila perlu) agar hukum lebih berguna terutama dalam mengangkat harga diri serta menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Jadi tidak ada rekayasa atau keberpihakan dalam penegakan hukum, karena menurutnya hukum bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat.Ada 3 elemen hukum yang mesti diperkuat, diperbaiki, atau diubah bila perlu, yakni struktur hukum substansi hukum, dan budaya hukum. Struktur hukum hanya akan berjalan baik bila didukung oleh substansi hukum, dan keduanya hanya akan berjalan apabila diikuti oleh budaya hukum yang baik dari masyarakat. Kesimpulannya adalah diperlukan suatu gerakan yang progressif untuk mereformasi hukum dalam struktur, substansi, dan budaya hukum yang ada di masyarakat. Sehingga muncul keadilan, dan kesejahteraan bagi masyarakat tanpa memandang status sosial. (pebri)