Best Blogger Tips

Tuesday 14 May 2013

hukum dalam bayangan status sosial

Hukum dalam Bayangan Status Sosial

Sepertihalnya yang terjadi pada negara berkembang lainnya, penerapan hukum di Indonesia masih sring menyimpang dari asas Equality of Justice, terutama etika berhadapan dengan Stratifikasi Sosial. Asas Equality of Justice seperti tidak berkutik ketika dihadapkan dengan status sosial yang lebih tinggi, sehingga muncul istilah hukum berlaku bak pisau yang mengarah ke bawah. Semakin kebawah, maka pisau tersebut akan semakin tajam, yakni ketika berhadapan dengan kalangan “bottom class”, dan semakin keatas akan semakin tumpul, yakni ketika berhadapan dengan kalang “upper Class”. Fenomena ini semakin membuat hukum terasa pincang dan tidak mampu memenuhi nilai-nilai keadilan yang ada di masyarakat.
Berkaca pada kasus yang menimpa pada mbok Minah dan Susno Duadji sungguh miris melihat hukum memperlakukan keduanya. Hukum begitu sulit mengupas dan mengekseskusi seorang Susno, namun dengan mudahnya mengupas kasus yang menimpa Mbok Minah. Seringkali pemeriksaan terhadap seorang tersangka dari golongan rendah jauh dari nilai kemanusiaan. Pemeriksaan terhadap mereka dapat dilakukan kapan pun, tidak perduli saat sedang sakit atau jam istirahat sekalipun. Jangankan memperoleh penangguhan penahanan, terkadang mereka tetap ditahan walaupun masa penahanan telah berakhir. Asas Praduga tak bersalah seolah tidak mengenal mereka, karena bagi para aparat penegak hukum, mereka hanyalah masyarakat rendah dan buta hukum.
Paradoks. Hukum yang diharapkan tidak pandang bulu, justru memberi pelukan hangat bagi mereka yang memiliki status sosial yang tinggi. Mereka yang memiliki uang bisa membeli hukum. Didalanm tahanan pun mereka masih bisa menikmati fasilitas layaknya di hotel berbintang.Bahkan, ketua KPK, Abraham Samad, menuding banyak koruptor yang keluyuran ketika ditahan di lapas. Untuk mengatasi hal ini diperlukan suatu penerapan hukum yang progressif. Sebagaimana dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo, Hukum Progressif adalah serangkaian tindakan radikal dengan mengubah sistem hukum (termasuk peraturannya bila perlu) agar hukum lebih berguna terutama dalam mengangkat harga diri serta menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Jadi tidak ada rekayasa atau keberpihakan dalam penegakan hukum, karena menurutnya hukum bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat.Ada 3 elemen hukum yang mesti diperkuat, diperbaiki, atau diubah bila perlu, yakni struktur hukum substansi hukum, dan budaya hukum. Struktur hukum hanya akan berjalan baik bila didukung oleh substansi hukum, dan keduanya hanya akan berjalan apabila diikuti oleh budaya hukum yang baik dari masyarakat. Kesimpulannya adalah diperlukan suatu gerakan yang progressif untuk mereformasi hukum dalam struktur, substansi, dan budaya hukum yang ada di masyarakat. Sehingga muncul keadilan, dan kesejahteraan bagi masyarakat tanpa memandang status sosial. (pebri)
Read More..
Bagikan Artikel Ini :

Sunday 12 May 2013

Terlambat (bukan) budaya Indonesia

TERLAMBAT ITU KORUPSI

Bila kita memperhatikan apa yang telah menjadi kebiasaan di negri ini, datang terlambat seperti sebuah aktivitas yang telah menjadi budaya.  Aktivitas manusia tentu menuntut kita untuk melakukan suatu pemaknaan atau interpretasi terhadapnya. Terlambat bisa diinterpretasikan sebagai korupsi. Apa yang dikorupsi ? korupsi waktu, dan analoginya terlambat tentunya merugikan masyarakat dan diri sendiri.

Jika kebiasaan terlambat hanya dilakukan sekali dua kali saja tidak bisa disebut budaya. Tetapi dalam praktiknya di lapangan, terlambat seperti sudah menjadi karakter masyarakat Indonesia baik itu mahasiswa, dosen, karyawan atau PNS pun masih sering terlambat dalam menjalankan aktivitasnya. Ada banyak sebab  yang melatarbelakangi keterlambatan itu sendiri, seperti kebiasaan suka menunda, anggapan bahwa jam karet sudah biasa, penerapan sanksi yang tidak tegas, serta kebiasaan untuk memaklumi keadaan.

Mereka yang datang terlambat seperti tidak menghargai waktu dan terlalu menganggap remeh keadaan. Padahal waktu mereka yang terbuang percuma tidak akan mampu datang kembali. Budaya terlambat ini benar-benar merusak jatidiri seseorang, karena memupuk mental tidak disiplin dan tidak bertanggung jawab.

Budaya jam karet sendiri telah membawa dampak negatif  bagi bangsa Indonesia, yakni rendahnya etos kerja dan etos belajar yang dimiliki masyarakat kita, serta pandangan terhadap pribadi masyarakat Indonesia yang tidak menghargai waktu. Kasus terakhir dari budaya terlambat ini adalah bagaimana beban psikologis para pelajar ketika adanya keterlambatan pengiriman naskah soal UN 2013.

Ada beberapa solusi untuk mengatasi budaya yang telah menjalar ini. Terlambat berkaitan erat dengan disiplin. Oleh karena itu sudah sepatutnya kita mulai berbenah dengan menerapkan disiplin waktu bagi diri sendiri, orangtua mengajarkan kedisiplinan kepada anak-anaknya, dosen juga mengajarkan kedisiplinan kepada mahasiswanya. Selain itu, orangtua, dosen, pejabat harus memberikan teladan, jika ingin orang terdekatnya memiliki sikap disiplin, tentu mereka harus memiliki sikap disiplin terlebih dahulu. Penerapan kedisiplinan harus berjalan beriringan dengan ketegasan masyarakat untuk menerapkan sanksi sosial. Karena kita semua tahu sanksi sosial sendiri bersifat menjerakan, dan sangat tepat untuk diterapkan dalam mengatasi masalah jam karet ini.
Read More..
Bagikan Artikel Ini :

Alasan Beragama

Tugas mata kuliah Pancasila, FH Undip

Mengapa kita beragama ?
 
Sebelum kita melangkah lebih jauh, silahkan renungkan dahulu alasan mengapa kita berada di dunia ini, alasan mengapa manusia itu diciptakan, lalu alasan mengapa manusia kelak juga akan meninggal. Beragam bacaan filosofis akan makna kehidupan ini tentu sudah banyak beredar di toko-toko buku. Namun, ada baiknya carilah jawabanmu sendiri, jawaban yang mencerminkan pemikiraan serta berasal dari telaah logika serta pengalaman hidup sendiri. saya sendiri percaya bahwa keberadaan kita di dunia bukanlah kebetulan semata, semua sudah digariskan layaknya takdir yang tidak bisa diubah. Tengoklah sejenak ke rumah bersalin, hari demi hari di dunia selalu ada kelahiran manusia di dunia ini, lalu tengoklah ke berbagai rumah sakit, hari demi hari pula selalu ada orang meninggal. Disinilah letak garis tersebut, hari ini si A ditakdirkan untuk lahir melihat dunia untuk pertama kalinya, si B meskipun orangtuanya menikah terlebih dahulu tetapi karena garis takdir berkata lain maka dia dilahirkan setelah A. Sehingga keberadaan kita di dunia ini tidak bisa dielakkan, bukan suatu kebetulan tetapi ada garis takdir.
Lalu untuk apa kita diciptakan di dunia ini? lebih dari itu mengapa si A di lahirkan ke dunia lebih dulu dari B, dan si C meninggal saat dilahirkan? Pastinya setiap manusia dengan berbagai perangainya kelak akan memiliki peran di dunia ini. Layaknya naskah drama, hidup itu adalah permainan peran, ada yang menjadi antagonis dan protagonis. Lalu peran apa yang dimainkan oleh seorang manusia bergantung dari keputusannya. Si A yang dilahirkan lebih dulu sesuai garis takdir tadi, kelak akan mengambil keputusan peran apa yang dia ambil. Nah, momen-momen saat pengambilan keputusan tersebutlah nilai-nilai agama akan berperan. Agama dapat membimbing manusia dalam menentukan perannya dalam kehidupan ini, dari saat dilahirkan hingga meninggal.  


Apapun agama yang dianut, pengertian agama kurang lebih adalah sama, yakni petunjuk dari Tuhan kepada umat manusia untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan untuk memperoleh kebahagiaan. Apabila seseorangtidak beragama, bukan berati ia tidak dapat memiliki petunjuk untuk memperoleh kebahagiaan. (karena pada dasarnya ada banyak faktor yang mempengaruhi kebahagiaan mulai dari diri sendiri hingga lingkungan sekitar). Namun, ketika kita beragama maka kita memiliki lebih banyak petunjuk untuk membimbing hidup kita di dunia ini. Misalnya agama tentu akan membimbing umatnya agar dalam berinteraksi dengan sesama manusia perlu memperhatikan dampaknya bagi orang lain, jangan menyakiti hati sesama manusia, dan jadilah pribadi yang senantiasa tolong menolong demi memberi manfaat satu sama lain.


Dalam bahasa Arab sendiri agama berarti “Addin” yang bila diterjemahkan berarti jalan. Sehingga mengapa kita harus beragama, berarti sama dengan pertanyaan mengapa kita harus berjalan. Dalam kehidupan ini kitaharus berjalan (beragama) karena agama mengatur bagaimana cara kita berjalan di muka bumi ini, sehinga kita bisa hidup di dunia dengan baik dan benar.Agama adalah aturan hidup manusia, dan diajarkan agar manusia bisa hidup dengan harmonis di dunia dan di akhirat.

Agama memainkan peranan sosial yang kuat dalam kehidupan manusia, karena semua agama mengajarkan manusia dalam kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kode etik yang wajib diikuti penganutnya. Kode etik inilah yang menjaga kehidupan umatnya agar selalu berada dalam koridor etika kebaikan. Sehingga ketika seseorang manusia tidak beragama, maka dia pun akan kesulitan mencari kode etik dalam berprilaku di masyarakat. Dia yang beragama tanpa perlu mencari-cari lagi, sudah memiliki kode etik sendiri yang bisa diilhami dan diterjemahkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Kita juga peru beragama karen aagama menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak bis adijawab oleh akal manusia sendiri. Misalnya pertanyaan kehidupan setelah mati, tujuan hidup, takdir serta nasib, dan sebagainya. Selain itu kita harus beragama agar dapat mewujudkan dunia yang harmonis, karena pada umumya agama memiliki nilai yang sama. Nilai-nilai tersebut memberi  penerangan kepada manusia agar hidup rukun sesama umat manusia, sehingga mampu menghindari peperangan, dan menciptakan dunia yang harmonis.
kesimpulan utama dari tulisan ini adalah bukan berarti semua orang yang beragama itu memiliki moral atau kehidupan yang lebih baik dari yang tidak beragama. Pada kenyataannya banyak orang yang beragama tetapi justru berbuat kekerasan, kerusakan, jahat, dan suka berbohong terhadap temannya. Berbagai manfaat dari beragama hanya bisa dipetik ketika kita sadar dan mau mengikuti titah agama tersebut, bukan memaknainya secara setengah-setengah atau hanya ikut-ikutan. (pebri)
Read More..
Bagikan Artikel Ini :

Agama Tuhan


Apa Agama Tuhan ?

Tuhan tidaklah beragama, tidak berstatus agama apapun. Bukan berarti Tuhan itu Atheis, tapi Tuhan adalah inti dari semua agama. Agama hanyalah suatu jalan, petunjuk, atau pilihan yang Tuhan kepada umat manusia sebagai khalifah di bumi. Agama diperuntukkan bagi seluruh umat manusia sebagai suatu anugrah dan nikmat dariNya, sehingga harus diresapi, dipahami, dan diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari agar dapat menjadi penyelamat dalam hidupnya.  Oleh karena itu, Tuhan tidaklah beragama Islam, Kristen, Khatolik, Hindu maupun Budha. Tuhan adalah Tuhan, Maha Esa dan tidak membutuhkan siapapun di dunia untuk menyuruhnya memeluk agama yang diciptakannya. Justru manusialah yang membutuhkan agama yang berasal dari Tuhan, sebagai penuntun untuk dapat merasakan Tuhan yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Besar, dan Maha Segala-galanya. Agar dapat mencapai kebahagiaan yang sesungguhnya, maka manusia dengan segala kekurangannya dan ketidakmampuannya, tidak perlu memusingkan agama yang disandangnya, karena pada intinya mereka menyembah Tuhan yang sama.


Tuhan tidak akan pernah memihak pada satu agama pun yang telah diciptakannya pada umat manusia. Tuhan juga tidak ingin menusia melakukan penghancuran dan memandang rendah agama lain yang diciptakannya, dipelihara, dan di jagaNya. Tuhan ingin agar umat manusia tidak mementingkan agama yang dianutnya, tetapi yang terpenting adalah mejalankan ajaran dan tuntunan agama yang telah dianutnya. Karena akan percuma apabila seorang manusia mengaku beragama tetapi tidak pernah mengamalkan perintah agamanya. Sehingga dapat ditarik kesimpulan, Tuhan tidak beragama, tidak berstatus agama apapun, karena Tuhan adalah inti dari semua agama. (pebri)
Read More..
Bagikan Artikel Ini :